Peneliti UGM Desak Pemerintah Lindungi Driver Ojol Lewat Jaminan Sosial


Peneliti dari Institute of Government and Public Affairs Universitas Gadjah Mada (UGM), Arif Novianto, menegaskan pentingnya pemberian perlindungan sosial bagi para pengemudi ojek online (ojol) dan kurir di Indonesia. Ia mengkritik keras hubungan kerja platform digital yang selama ini hanya mengandalkan skema kemitraan tanpa tanggung jawab sosial.

“Kalau dilihat lebih kritis, hubungan kemitraan seharusnya setara dan saling memperkuat. Tapi dalam praktiknya, keputusan diambil sepihak oleh perusahaan,” kata Arif di Jakarta, Selasa (30/4/2025) dikutip dari Antara.

Arif menilai, dengan adanya potongan pendapatan dari pesanan serta penetapan tarif sepihak, sudah seharusnya para pengemudi platform seperti Gojek, Grab, dan Maxim mendapatkan perlindungan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan.

Data survei lembaganya menunjukkan bahwa hampir 70–80 persen pengemudi daring pernah mengalami risiko kerja akibat jam kerja berlebih, bahkan lebih dari 13 jam per hari. Ironisnya, hanya kurang dari 40 persen pengemudi yang memiliki jaminan sosial, dan sebagian besar didapat dari program bantuan pemerintah, bukan dari aplikator.

“Kalau driver sakit atau kecelakaan, platform lepas tangan. Ini menunjukkan perlindungan dasar seperti jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan adalah hal mendesak, bukan sekadar pilihan,” tegas Arif.

Arif juga menyebut kini mayoritas pengemudi mulai menginginkan status pekerja formal. Survei menunjukkan sekitar 58 persen pengemudi ojol lebih memilih status pekerja karena adanya kepastian upah, jaminan sosial, dan tanggungan biaya operasional.

“Sudah waktunya pemerintah mengakhiri ‘kemitraan semu’ ini. Kalau sudah ada upah, perintah, dan pekerjaan dari platform, maka mereka harus dikategorikan pekerja,” ujarnya.

Ia mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk lebih proaktif dan meninjau ulang klasifikasi hubungan kerja ini, sebagaimana yang sudah dilakukan Inggris, Belanda, dan Swiss.

Senada dengan itu, Manyono (58), seorang pengemudi ojol, mengeluhkan ketidakadilan sistem saat ini. Ia mengatakan, seluruh tanggungan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dibebankan kepada pengemudi tanpa kontribusi dari aplikator.

“Meski disebut mitra, faktanya kami diperlakukan seperti pekerja. Ada sanksi kalau tidak perform,” kata Manyono.

Sementara itu, pemerintah melalui Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan atau Noel menyatakan sedang menyiapkan regulasi terkait hak-hak mitra pengemudi, termasuk tarif, bonus hari raya (BHR), hingga perlindungan sosial.

Menurut Noel, penyusunan regulasi ini akan melibatkan berbagai kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

“Kita tidak mau membuat regulasi yang justru merugikan. Nanti kita cari formulasi terbaik yang adil untuk semua pihak,” kata Noel.

Saat ini, diskusi regulasi tengah difinalisasi untuk memastikan perlindungan kerja bagi driver transportasi daring bisa diwujudkan tanpa menghambat iklim bisnis digital di Indonesia.