Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyebut Indonesia, saat ini, sedang dibayangi ‘kutukan’ sumber daya alam. Tandanya, kehidupan masyarakat di daerah kaya tambang justru mengenaskan, alias miskin.
“Bagian Kutukan sumber daya alam terbukti, tidak hanya di Raja Ampat tetapi juga di daerah lain, Morowali misalnya. Pertumbuhan ekonomi daerah tinggi karena eksploitasi sumber daya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kekayaan alam hanya diniati pengusaha dan penguasa,” kata Fahmy, Jakarta, Sabtu (14/6/2025).
Paradigma pengelolaan kekayaan alam, lanjut Fahmny, harus diubah sesuai pasal 33 UUD 1945. Bahwa kekayaan alam harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran pengusaha dan penguasa. “Nah, contohnya di banyak daerah, bukan hanya Raja Ampat. Kita harapkan pemerintah saat ini sadar betul akan masalah ini,” imbuhnya.
Asal tahu saja, jumlah warga miskin di Raja Ampat yang dijuluki ‘Surga Terakhir di Bumi’, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per November 2024 mencapai 15,83 persen.
Meski turun 0,93 persen ketimbang November 2023, angka kemiskinan di Raja Ampat jeblok jika dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional per September 2024 sebesar 8,57 persen.
Masih menurut data BPS, total penduduk Raja Ampat pada 2024, sebanyak 70.810 jiwa. Berikut data kemiskinan di kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat Daya. Ranking pertama dan kedua adalah Kabupaten Tambrauw dan Maybrat yang angkanya sama-sama 29 persen.
Disusul Kabupaten Sorong dengan angka kemiskinan mencapai 25 persen, Kabupaten Sorong Selatan 17 persen, Kabupaten Raja Ampat sebesar 15 persen, dan Kota Sorong sebesar 13 persen.
Selanjutnya, Fahmy mengkritik keputusan pemerintah yang tidak mencabut izin PT Gag Nikel di Raja Ampat. Keputusan tersebut menjadi preseden buruk bagi perlindungan pulau-pulau kecil dari aktivitas pertambangan.
“Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil melarang aktivitas pertambangan di pulau dengan luas kurang atau sama dengan 2.000 kilometer-persegi. Sementara luas Pulau Gag hanya 60 kilometer-persegi. Artinya, aktivitas PT Gag Nikel jelas melanggar undang-undang,” kata Fahmy.
Dosen UGM ini, menilai, tidak dicabutnya izin PT Gag Nikel, bernuansa diskriminatif. Padahal, aktivitas tambang di pulau itu juga berdampak buruk terhadap ekosistem di sekitarnya.
“Empat izin lainnya dicabut karena dinilai melanggar kaidah-kaidah lingkungan hidup. Sementara izin PT Gag Nikel tidak dicabut, padahal melanggar undang-undang. Ini akan menjadi batu kerikil dalam sepatu Prabowo,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menjelaskan, keputusan untuk mempertahankan IUP PT Gag Nikel diambil setelah dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap aspek lingkungan dan teknis perusahaan tersebut.
Menurut Menteri Bahlil, hasil peninjauan langsung di lapangan menunjukkan kegiatan tambang Gag Nikel berjalan sesuai ketentuan dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang berarti.
“Untuk PT GAG karena itu adalah dia melakukan sebuah penambangan yang menurut dari hasil evaluasi tim kami itu baik sekali. Dan tadi kan sudah lihat foto-fotonya waktu saya meninjau itu, Alhamdulillah sesuai dengan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan),” kata Menteri Bahlil di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Dalam kunjungannya, Menteri Bahlil menyebut, kegiatan perusahaan tersebut dinilai taat terhadap amdal dan dianggap sebagai bagian dari aset negara yang tetap dapat dioptimalkan selama pengawasan ketat dilakukan.
“Karena juga adalah bagian daripada aset negara. Selama kita awasi betul arahan Bapak Presiden (Prabowo Subianto). Kita harus awasi betul lingkungannya. Dan sampai dengan sekarang kami berpandangan tetap akan bisa berjalan,” lanjutnya.
Sementara itu, pemerintah secara resmi mencabut IUP dari empat perusahaan lain, yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan temuan pelanggaran lingkungan serta pertimbangan kawasan konservasi dan geopark Raja Ampat.