Kanal

Jalan Panjang Helmi Hasan, Jadikan Bengkulu Kota Religius yang Inklusif

Oleh: Saeed Kamyabi (Corporate Religious Trainer)

Sebagai Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan telah menghadapi berbagai tantangan dari banyak kalangan karena visi dan langkah-langkahnya dalam membangun Bengkulu sebagai kota religius.

Keputusannya mendorong anak-anak sekolah untuk membaca Al-Quran dan menghafal 40 hadits, serta menghidupkan masjid selama 24 jam, menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.

Langkah awal Helmi Hasan dalam menghadirkan karakter religius di kalangan pelajar adalah dengan memperkenalkan program wajib membaca Al-Quran, bahkan bukan hanya di sekolah tapi di seluruh kantor jajaran pemkot.

Ia percaya bahwa pendidikan agama yang kuat akan membantu mencetak generasi yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.

Namun, tantangan muncul dari beberapa kelompok yang berpendapat bahwa pendidikan agama harus bersifat sukarela dan tidak boleh dipaksakan kepada siswa yang mungkin memiliki latar belakang agama yang berbeda.

Helmi Hasan berusaha untuk tetap menjalankan program ini secara inklusif. Ia memberikan keleluasaan bagi siswa yang memiliki keyakinan agama lain untuk menggantinya dengan kegiatan yang sesuai dengan keyakinan mereka, sehingga tidak ada paksaan agama yang merugikan pihak-pihak tertentu.

Selanjutnya, menghafal 40 Hadits menjadi bagian dari strategi Helmi Hasan untuk membekali generasi muda dengan nilai-nilai kehidupan Islami.

Dalam pandangannya, hadits-hadits Rasulullah SAW mengandung hikmah dan etika yang dapat membimbing anak-anak di tengah arus modernisasi yang sering kali menyesatkan. Meskipun banyak pihak mendukung langkah ini, ada juga kritik yang menyatakan bahwa lebih penting untuk memperkuat kurikulum sekolah dalam hal sains, teknologi, dan keterampilan hidup, daripada mengalokasikan waktu untuk menghafal hadits.

Di samping itu, keputusan Helmi Hasan untuk menghidupkan masjid selama 24 jam juga menimbulkan perdebatan di masyarakat. “Matilah marbot masjid itu tidak tidur 24 jam,” kata mereka yang mencibir.

Tapi sebagian besar masyarakat mendukung langkah ini karena melihatnya sebagai upaya untuk menciptakan suasana religius yang lebih kental dan memberikan kesempatan bagi warga untuk beribadah lebih sering.

Namun, ada juga kelompok yang khawatir akan adanya gangguan lingkungan akibat aktivitas malam di sekitar masjid, serta khawatir tentang keamanan dan ketertiban kota.

“Justru adanya kehidupan amal masjid 24 jam, sekaligus akan menjaga keamanan lingkungan,” ujar Helmi.

Menghadapi tantangan-tantangan ini, Helmi Hasan berusaha untuk menjalankan programnya dengan bijaksana. Ia selalu mengutamakan dialog dan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.

Setiap kritik dan saran dia tampung dengan baik, dan berupaya menemukan solusi yang inklusif dan dapat diterima oleh berbagai pihak.

Sebagai seorang pemimpin, Helmi Hasan juga terus berusaha untuk memberikan pemahaman bahwa upayanya dalam membangun Kota Bengkulu sebagai kota religius tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi pihak-pihak tertentu. Ia ingin menciptakan harmoni dan kerukunan antara umat beragama di kota tersebut.

Tentu saja, proses menuju kota religius yang inklusif tidak mudah, dan masih banyak rintangan yang harus dihadapi. Namun, kesungguhan dan komitmen Helmi Hasan dalam membangun Kota Bengkulu sebagai kota religius memberikan harapan bagi masa depan yang lebih baik, di mana nilai-nilai agama dapat menjadi pijakan dalam kehidupan masyarakat tanpa mengorbankan toleransi dan keragaman.

Semoga upaya ini akan memberikan inspirasi bagi kota-kota lain untuk menerapkan model pembangunan serupa, di mana religi dan inklusivitas bisa berjalan beriringan.

Dan, dalam waktu beberapa hari kedepan tepatnya 23 September 2023, Helmi Hasan akan mengakhiri masa jabatannya periode kedua sebagai wali kota dan menurut aturannya tidak ada lagi kesempatan untuk periode ke-3. Tapi kalau naik kelas menjadi Gubernur sangat dimungkinkan. Semoga saja.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button