Market

Selamatkan Uang Negara, Aktivis: Perampasan Aset Koruptor Tanpa Melalui Tuntutan Pidana


Maraknya kejahatan keuangan yang merugikan keuangan negara di Indonesia, terus menghadapi tantangan yang amat berat. Termasuk kesulitannya aparat mengidentifikasi jejak dan asal-usul hasil kejahatan, khususnya terkait aset.

“Karena itu, diperlukan upaya percepatan reformasi hukum yang difokuskan kepada pengambilalihan aset tanpa harus melibatkan proses tuntutan pidana yang rumit,” kata pengiat antikorupsi, Shri Hardjuno Wiwoho, Jakarta, Selasa (25/3/2024).

Menurut Mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum  dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya ini, pemikiran tersebut merilis dari hasil penelitiannya. Pendekatan ini, diharapkan bisa menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan aset negara dengan lebih efisien, sambil tetap menjaga prinsip kepastian hukum.

“Apalagi, pemerintah Indonesia telah merumuskan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) sejak 2012. Bahkan, naskah akademik sebagai dasar pembentukan RUU tersebut, telah disusun oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),” paparnya.

Meskipun RUU PATP telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019, kata dia, hingga kini belum mengalami pembahasan di tingkat DPR.
Padahal Presiden Jokowi telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) tertanggal 4 Mei 2023 kepada DPR. Isinya, meminta agar lembaga legislatif memprioritaskan pembahasan RUU tersebut.

Dia mengatakan, data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan, jumlah laporan yang diterima PPATK terus meningkat jumlahnya. 
Oleh karena itu, penanggulangan tindak pidana korupsi (tipikor) memerlukan pendekatan yang extraordinary (luar biasa).  

“Apalagi, kerugian negara akibat tipikor dan pencucian uang ini sangat besar. Salah satu cara penanganan terhadap kejahatan tersebut adalah melakukan perampasan aset untuk memulihkan kondisi semula,” ungkapnya.  

Saat ini, lanjut Hardjuno, perampasan aset telah menjadi fokus global, sesuai dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003. Masyarakat global sepakat tentang pentingnya menyita aset dari hasil kejahatan tanpa melibatkan tuntutan pidana.

“Mekanisme perampasan aset tindak pidana dianggap sebagai norma dalam UNCAC, dengan tujuan mengoptimalkan upaya merampas aset hasil kejahatan tanpa harus melibatkan proses tuntutan pidana,” terangnya.

Hardjuno menegaskan konsep Perampasan Aset tanpa Pemidanaan atau yang dikenal sebagai Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture adalah ide restitusi kerugian negara.
Tujuannya adalah mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat tindak kejahatan tanpa perlu menghukum pidana terlebih dahulu terhadap pelakunya.

Adapun kategori aset yang dapat disita menggunakan metode NCB asset forfeiture melibatkan aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana, termasuk yang telah dihibahkan atau diubah menjadi kekayaan pribadi, pihak lain, atau korporasi.

Hal ini menjadi penting karena tindak pidana dengan motif ekonomi, seperti korupsi atau pencucian uang, dapat mengakibatkan kerugian bagi negara.

Dia menguraikan konsep perampasan aset tanpa melibatkan tuntutan pidana merupakan bagian dari skema hukum yang memungkinkan aset negara yang diambil secara tidak sah oleh pelaku tindak pidana dapat disita dan dikembalikan kepada negara sebagai upaya pemulihan aset negara.

Perampasan aset, menurutnya, menjadi sangat penting mengingat pendekatan penegakan hukum di Indonesia yang menerapkan strategi follow the money atau penelusuran aliran dana untuk mengungkap tindak kejahatan.

Dalam konsep kepastian hukum yang diterapkan pada perampasan aset tanpa tuntutan pidana, prinsip utamanya adalah memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang memiliki hak properti (right to property) melalui mekanisme recovery asset yang dilakukan oleh negara.

“Jika aset tersebut diperoleh melalui tindakan pengayaan yang tidak adil atau unjust enrichment, negara berhak merampas aset tersebut tanpa melibatkan prosedur penuntutan dalam ranah hukum pidana,”  Ketua Umum HMS Center itu.

Sebagai gantinya, proses perampasan aset dilakukan melalui jalur hukum perdata. “Jadi, model perampasan aset tanpa tuntutan pidana diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button