Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat meminta penulisan ulang sejarah bangsa Indonesia dituliskan berdasarkan fakta yang pernah ada, bukan cerita sekelompok pihak yang berkuasa.
Dirinya berharap tidak ada yang ditutup-tutupi dalam sejarah yang akan ditulis ulang. Tak hanya itu, sejarah juga ditulis secara terbuka, sehingga semua orang mengetahuinya.
“Penulisan sejarah itu sesuai dengan fakta sejarah, bukan cerita mereka yang menang, tapi betul-betul cerita cerita perjuangan bangsa kita ini. Janganlah kemudian sejarah itu ditutup-tutupi, janganlah sejarah itu disimpang-simpangkan,” kata Djarot di Halaman Parkir Masjid At Taufiq, Lenteng Agung Jakarta Selatan, Minggu (1/6/2025)
Terkait peniadaan istilah Orde Lama, ia menyerahkan semua keputusan tersebut kepada ahli sejarah.
“Masa pemerintahan Bung Karno orde lama kan begitu masa pemerintahan oder baru, masa sekarang nanti orde apa lagi? Itu bagian reformasi sejarah juga kan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon mengaku sudah membentuk sebuah tim untuk penulisan ulang sejarah. Tim tersebut, katanya melibatkan 113 penulis dengan latar belakang yang berbeda.
“Jadi kita telah membuat satu tim, yang melibatkan 113 penulis. 113 ini adalah sejarahwan, apakah itu guru besar, profesor atau doktor di bidang sejarah, termasuk ada arkeolog,” kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Lebih lanjut, Ia menerangkan ada penulis yang layar belakangnya merupakan arsitektur dari 34 perguruan tinggi dan 8 institusi. Selain itu, ada juga 20 editor jilid dan 3 editor umum. “Semua dari kalangan akademisi tadi, arkeolog, geografi, sejarah ilmuwan humaniora lainnya,” sambungnya.
Fadli menekankan berharap, rekonstruksi terhadap masa lalu bangsa Indonesia ini dianggap penting sebagai perkumpulan dari perjalanan sejarah bangsa. Guna untuk membentuk identitas nasional atau reinventing identitas Indonesia dalam perspektif secara Indonesia Centris.
“Tentu saja bukan dari nol. Jadi buku-buku ini menjadi suatu acuan utama begitu juga Indonesia dalam arus sejarah dan sejarah nasional Indonesia, tentu buku Belanda ini tidak kita jadikan acuan. Dan ini mengungkap secara garis besar sekali lagi, aspek kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya,” tuturnya.