Soal Potongan Aplikasi, Oraski: Solusinya Bukan Demo, Tapi Insentif


Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) menegaskan sikapnya untuk tidak ikut dalam aksi demonstrasi besar-besaran yang direncanakan sejumlah kelompok pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online pada 20 Mei 2025. Alih-alih turun ke jalan, Oraski menilai upaya meningkatkan kesejahteraan driver seharusnya dilakukan lewat pendekatan insentif dan kebijakan rasional, bukan tekanan massa.

“Solusinya bukan demo, tapi insentif nyata yang dirasakan langsung oleh pengemudi,” ujar Ketua Umum Oraski, Fahmi Maharaja, dalam pernyataan resminya, Minggu (18/5).

Fahmi menyebutkan bahwa usulan pembatasan potongan aplikasi maksimal 10 persen oleh DPR tidak tepat dan justru berpotensi menjadi bumerang bagi ekosistem transportasi daring. Menurutnya, relasi antara aplikator dan pengemudi merupakan urusan bisnis-ke-bisnis (B2B) yang tidak seharusnya diintervensi secara berlebihan oleh negara.

“Potongan aplikasi itu ranah bisnis. Pemerintah sebaiknya fokus memberikan insentif seperti penghapusan PPN dan PPh untuk kendaraan operasional, potongan pajak suku cadang, atau program pelatihan untuk driver,” kata Fahmi.

Ia memperingatkan bahwa intervensi terhadap margin bisnis aplikator secara sepihak bisa memicu efek domino yang merugikan pengemudi itu sendiri, mulai dari potensi hengkangnya aplikator, hilangnya lapangan kerja, hingga lumpuhnya layanan transportasi digital yang kini menjadi andalan jutaan warga Indonesia.

Tidak Akan Turun ke Jalan

Oraski juga menegaskan tidak akan terlibat dalam aksi “205” yang digagas oleh sejumlah kelompok pengemudi seperti Garda Indonesia dan sejumlah aliansi dari berbagai daerah. Fahmi menyebutkan bahwa sebagian besar mitra pengemudi di bawah Oraski lebih memilih tetap on-bid demi menafkahi keluarga daripada ikut serta dalam mobilisasi politik.

“Mayoritas pengemudi ingin stabilitas, bukan keributan. Kami percaya perjuangan seharusnya dilakukan lewat jalur rasional, bukan jalanan,” tegasnya.

Sebagai alternatif, Oraski terus mendorong dialog dengan aplikator dan regulator untuk menciptakan skema kesejahteraan yang berkelanjutan, termasuk program garansi pendapatan harian yang saat ini telah diterapkan oleh beberapa platform.

Kritik terhadap Regulasi Sepihak

Menanggapi rencana revisi regulasi oleh pemerintah, Oraski mengingatkan bahwa kebijakan harus berbasis pada realitas di lapangan, bukan tekanan populis. Pihaknya juga mendesak agar revisi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak hanya fokus pada tarif, tetapi juga peningkatan keselamatan dan profesionalisme layanan transportasi daring.

“Kalau aplikator sampai tutup karena regulasi yang tidak proporsional, DPR dan pemerintah harus siap menanggung risikonya,” kata Fahmi.

Sebelumnya, sejumlah komunitas pengemudi ojol dan taksol menyatakan akan menggelar aksi besar-besaran pada 20 Mei 2025, termasuk unjuk rasa di Istana Negara, DPR, dan Kementerian Perhubungan, serta aksi offbid massal. Aksi ini dipicu oleh tudingan pelanggaran batas potongan aplikasi yang ditetapkan dalam Kepmenhub Nomor KP 1001 Tahun 2022.

Namun, Oraski dan sejumlah komunitas lainnya memilih tidak terlibat, dengan alasan menjaga keberlangsungan ekosistem transportasi daring yang telah terbukti menjadi penopang ekonomi digital nasional.