Soal Vonis Ringan Budi Sylvana, Eks Penyidik KPK: Orang akan Semakin Berani Korupsi


Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap mengaku heran dengan vonis ringan terhadap mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana, atas kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19.

“Mengapa koruptor semakin ringan hukumannya, ini tidak akan menimbulkan efek jera. Malah akan semakin membuat orang berani untuk korupsi, dan tentu ini seharusnya menjadi catatan bagi Mahkamah Agung (MA) bahwa hakim-hakim tipikor justru tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi,” kata Yudi kepada Inilah.com saat dihubungi, Minggu (8/6/2025).

Terlepas dari indepedensi hakim, ucap dia, secara logika bila vonis yang dijatuhkan ringan, sementara kerugian negara besar, maka akan membuat pemberantasan korupsi semakin suram.

“Saya juga berharap Komisi Yudisial (KY) pun mengevaluasi maraknya vonis ringan. Sementara penegak hukum seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan juga harus menyikapi fenomena ini, baik bidang pencegahan maupun penindakan,” ujarnya.

Menurutnya, jika ada vonis yang terlalu di luar nalar dan logika padahal penegak hukum dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) mampu membuktikan kasus korupsi tersebut dipersidangan dengan alat bukti yang kuat, maka KY harus bertindak.

Tak hanya itu, Yudi menilai, masyarakat akan semakin tidak percaya dengan institusi pengadilan apabila ke depan, vonis ringan masih diberikan kepada para koruptor.

“Saya kembali mengingatkan komitmen Hakim Tipikor, mereka jadi hakim tipikor agar pemberantasan korupsi semakin bagus, bukan malah menghukum ringan,” tandasnya.

Sebelumnya, Budi Sylvana divonis 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan setelah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan APD COVID-19.

Vonis kasus korupsi APD itu dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/6/2025). Budi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam kasus korupsi tersebut, negara dirugikan sekitar Rp319,69 miliar.