Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara mengenai ancaman Presiden AS Donald Trump yang berencana mengenakan tarif tambahan 10 persen terhadap negara-negara anggota BRICS.
Menanggapi situasi yang kian dinamis, Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan tersebut, mengingat negosiasi antara Jakarta dan Washington masih berjalan.
“Ya kita akan terus mengikuti (perkembangan) saja, karena Indonesia masih dalam proses pembicaraan dengan Pemerintah Amerika Serikat,” ujar Sri Mulyani kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).
Ancaman tarif yang dilontarkan Trump ini muncul di tengah berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, yang juga dihadiri oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Momen ini menambah panasnya tensi geopolitik dan ekonomi global.
Sri Mulyani tak menampik bahwa dunia saat ini tengah diselimuti awan ketidakpastian global, termasuk potensi kebijakan tarif resiprokal yang terus ditekan oleh Trump.
“Kita sedang melihat hari ini bahwa Presiden ada di pertemuan BRICS tadi dengan para pemimpin dan kemudian Presiden Donald Trump membuat statement bahwa kelompok BRICS itu dianggap sebagai tidak mendukung Amerika sehingga mengancam akan menyampaikan tambahan tarif. Ini untuk menggambarkan bahwa dalam suasana seperti ini, kita akan terus dihadapkan pada suasana yang sangat dinamis,” jelasnya.
Sebelumnya, Trump sempat mengunggah pernyataan tegas di platform media sosialnya, mengancam akan mengenakan tarif ekstra 10 persen kepada negara-negara yang dinilainya mendukung ‘kebijakan anti-Amerika’ dari kelompok BRICS.
“Negara mana pun yang mendukung kebijakan anti-Amerika dari BRICS akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10 persen,” tulis Trump melalui akun media sosialnya @realDonaldTrump.
Ia bahkan kemudian menegaskan, “Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini. Terima kasih atas perhatian Anda terhadap masalah ini!”
Sikap Indonesia, melalui Menteri Keuangan, menunjukkan kehati-hatian di tengah tarik-ulur kepentingan ekonomi global ini. Dengan terus memantau perkembangan dan menjaga jalur komunikasi dengan Washington, pemerintah berharap dapat meminimalisir dampak negatif dari potensi kebijakan proteksionis tersebut terhadap perekonomian nasional.