Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani merespons positif pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) tentang deflasi Mei 2025, sebesar 0,37 persen (month to month/mtm). Ini kabar baik.
Dia mengatakan, deflasi terjadi bukan disebabkan daya beli masyarakat Indonesia, turun. Namun efek dari kebijakan pemerintah yang berhasil menjaga stabilitas harga.
“Kalau deflasi ini kan kaya kita melakukan diskon tarif transportasi. Ini pasti menimbulkan deflasi, bukan karena masyarakat daya belinya turun karena pemerintah melalui administered price, pemerintah melalukan intervensi,” ujar Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Adapun kelompok pengeluaran yang memberikan andil deflasi bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami deflasi sebesar 1,40 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,41 persen.
Kemudian, komoditas utama penyumbang deflasi yaitu cabai merah dan cabai rawit, masing-masing menyumbang deflasi sebesar 0,12 persen. Kemudian, bawang merah , ikan segar, bawang putih, dan daging ayam ras.
Sementara inflasi inti tercatat 0,08 persen (mtm), dan 2,40 persen (yoy). Kenaikan harga terjadi pada tarif pulsa ponsel, emas perhiasan, dan kopi bubuk.
Bendahara negara itu, menegaskan, realisasi deflasi Mei 2025, muncul karena permintaan masyarakat, masih terjaga dengan baik.
“Kita pasti melihat dari komponen deflasi dari bps kalau inflasi intinya, masih di sekitar 2 persen, itu berarti ada kenaikan harga. Karena ada permintaan, core inflation itu berasal dari kenaikan harga akibat daya beli, atau permintaan,” kata mantan Direktur Pelaksana World Bank itu.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan deflasi dalam indeks harga konsumen (IHK) pada Mei 2025, sebesar 0,37 persen dibanding bulan sebelumnya. Namun, secara tahunan, menunjukkan inflasi sebesar 1,60 persen.
“Pada Mei 2025 terjadi deflasi sebesar 0,37 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 108,47 pada April 2025 menjadi 108,07 pada Mei 2025,” ujar Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini saat konferensi pers secara virtual, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Pudji mengatakan, tingkat deflasi yang terjadi pada Mei 2025, lebih dalam ketimbang Mei 2024. Adapun kelompok pengeluaran yang memberikan andil deflasi bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami deflasi sebesar 1,40 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,41 persen.
Dia mengatakan, komoditas utama penyumbang deflasi di kelompok ini adalah Cabai merah dan cabai rawit, masing-masing menyumbang deflasi sebesar 0,12 persen. Kemudian lainnya adalah bawang merah (0,09 persen), Ikan segar (0,05 persen), bawang putih (0,04 persen), dan daging ayam ras (0,01 persen).
Namun masih ada komoditas yang memberikan andil inflasi pada Mei 2025. Diantaranya yaitu, tomat, tarif pulsa ponsel dan tarif angkutan udara.
“Tomat dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen, kemudian Tarif pulsa ponsel dengan andil inflasi sebesar 0,02 persen, Tarif angkutan udara dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen,” paparnya.
Sementara itu, komponen harga diatur pemerintah juga mengalami deflasi, sedangkan komponen inti tercatat mengalami inflasi. Andil inflasi dari komponen inti disumbang oleh tarif pulsa ponsel, emas perhiasan, dan kopi bubuk.
Pudji mengatakan, sebanyak 31 provinsi mengalami deflasi dan 7 provinsi mengalami inflasi. Deflasi terdalam terjadi di Provinsi Gorontalo dengan deflasi harga sebesar 1,68 persen, sedangkan inflasi tertinggi tercatat di Provinsi Papua Pegunungan sebesar 0,91 persen.