Hangout

Studi Terbaru Ungkap Krisis Air di Eropa Kian Mengkhawatirkan

Sebuah studi dari Graz University of Technology Austria mengungkapkan situasi air di Eropa telah menjadi ‘sangat mengkhawatirkan’. Sejumlah danau di sejumlah negara di benua biru itu pun telah mengering karena hujan yang jarang turun.

“Beberapa tahun lalu, saya tidak pernah membayangkan air akan menjadi masalah di Eropa,” kata salah satu periset, Torsten Mayer-Gurr, seperti dilansir CNN.

“Kita benar-benar dalam masalah berkaitan dengan pasokan air di sini. Kita harus berpikir terkait hal ini,” ia menambahkan.

Studi tersebut dibuat dengan memanfaatkan data dua satelit yang diberi nama Tom dan Jerry. Satelit tersebut mengorbit di ketinggian 490 km dari permukaan Bumi dengan jarak satu dan lainnya mencapai 200 km.

Satelit yang berada di belakang tidak boleh jauh tertinggal dengan yang ada di depan. Karena itulah, dua satelit tersebut dinamakan Tom dan Jerry, sesuai tokoh kartun populer.

Salah satu negara yang mengalami kekeringan cukup parah adalah Prancis. Berdasarkan hasil studi, negara itu mengalami ’32 hari berturut-turut tanpa curah hujan signifikan dari 21 Januari hingga 21 Februari’. Hal tersebut merupakan yang terpanjang sejak 1959.

Krisis hujan tersebut membuat danau-danau dan sungai-sungai di Prancis dalam kondisi kritis. “Tanah lebih kering daripada yang biasa,” kata Simon Mittelberger, pakar iklim Meteo-France.

Mittelberger menambahkan, hujan salju juga berada dalam tingkat yang rendah. “Hal itu terjadi di daerah Pyrenees yang mendekati rekor terendah kuantitas salju sepanjang tahun tersebut,” ujarnya.

Di Pegunungan Alpen, lanjut Mittelberger, jumlah salju menyusut 63 persen daripada yang biasa berdasarkan data dari CIMA Research Foundation.

Krisis salju di musim dingin pun dapat mengancam persediaan air di musim semi dan panas. Pasalnya, tidak ada salju yang mencair yang dapat menambah pasokan air di sungai.

Di musim panas lalu, Prancis telah mengalami kekeringan terburuk. Menurut Mittelberger, situasinya bisa lebih buruk jika tidak ada curah hujan yang signifikan di dalam beberapa bulan ke depan.

Sementara itu di Italia, sungai terpanjang Po mengalami penyusutan jumlah air sebanyak 61 persen ketimbang yang biasanya di tahun ini.

Pemerintah Italia pada musim panas lalu pun telah mengumumkan keadaan darurat di area sungai tersebut.

“Tahun 2023 baru saja dimulai. Tetapi itu sudah menunjukkan tanda-tanda yang memburuk dalam hal cuaca dan kekeringan,” kata Giorgio Zampetti, Manajer Umum Legambiente, sebuah kelompok pemerhati lingkungan di Italia.

Situasi serupa terjadi di Spanyol yang mengalami cuaca terpanasnya tahun lalu. Hal tersebut pun berdampak kepada pasokan air di Negeri Matador itu.

“Kita tidak bisa menggaransi pasokan air untuk minum dan ekonomi dengan hanya mengandalkan hujan,” kata Menteri Transisi Ekologis Spanyol, Teresa Ribera.

Menanggapi situasi ini, Spanyol telah berinvestasi sekitar US$24 miliar atau sekitar Rp368 triliun untuk pengaturan air, salah satunya untuk memperbaiki sanitasi dan modernisasi irigasi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button