Market

SYL Kesandung Kasus KPK, Tiga Nama Masuk Radar Jokowi

Terkat nasib Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang ‘kesandung’ kasus dugaan gratifikasi dan cuci uang di KPK, mencuat isu reshuffle. Ada tiga nama yang disebut-sebut calon kuat pengganti SYL. Siapa saja?

Ada nama Budi Waseso yang akrab disapa Buwas, sekarang masih menjabat Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog. Sebenarnya, isu ini bukan barang baru. Bergulir di awal tahun ini. Pada akhir Januari 2023, Buwas sempat dipanggil Presiden Jokowi ke Istana.

Saat ditanya soal reshuffle, jenderal bintang tiga itu, buru-buru membantah. Dia bilang, tidak tahu menahu informasi pergantian menteri. Apalagi menyangkut kinerja Kementerian Pertanian (Kementan), bukan wewenangnya untuk memberikan penilaian.

Dalam pertemuan itu, kata mantan Kepala Bareskrim Polri itu, fokus membahas soal beras. Presiden Jokowi ingin memastikan persediaan beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. 

“Ya, enggaklah. Saya tidak perlu ada tanggapan karena tidak ada pembicaraan ke situ. Enggak pakai misal-misal. Enggak ya, enggak,” kata mantan Kepala BNN itu.

Menariknya, kalau benar hanya membahas soal beras, Presiden Jokowi ternyata tidak mengundang Mentan SYL. Padahal, urusan beras, jelas tupoksinya Mentan SYL.

Sekitar akhir Desember 2022, Mentan SYL sempat ngotot bahwa Indonesia surplus beras sebanyak 7 juta ton. Di sisi lain, lahan pertanian mengecil, petani semakin sedikit dan sulit mendapatkan pupuk murah.

Terkait tergerusnya lahan pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, pernah mencatat, sebanyak 15,89 juta petani di Indonesia hanya memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektare (ha). Sebanyak 4,34 juta petani, lahannya 0,5-0,99 ha. Sedangkan petani yang lahannya 1-1,99 ha, hanya 3,81 juta jiwa.

Petani yang luas lahannya 2-2,99 ha, sebanyak 1,5 juta jiwa. Di atas luasan itu, jumlah petaninya tak sampai sejuta orang. Pada 2009, luas lahan baku sawah nasional masih 8,07 juta ha. Sepuluh tahun kemudian raib 610.000 ha. Jadi ya agak aneh kalau menyebut Indonesia surplus beras, apalagi swasembada pada 2022.

Nama lain yang disebut-sebut adalah Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko yang kebelet berkantor di Kementan. Agak masuk akal lantaran Moeldoko adalah Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). 

Dan, Moeldoko dekat dengan Gerakan Maju Tani yang berkomitmen mencetak 10 juta petani baru. Ya, karena itu tadi, jumlah petani semakin sedikit seiring lahannya.

Sementara itu, Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) DKI Jakarta, H Nelly Sukidi menyebut sosok profesional layak dipertimbangkan seandainya Presiden Jokowi memutuskan reshuffle Mentan SYL. 

“Soal mentan pengganti, saya pribadi ingin sosok yang profesional. Yang benar-benar tahu masalah. Bukan mikirin konstituen, kelompok atau parpol. Karena, masalah pertanian itu menyangkut hajat hidup rakyat se-Indonesia. Ini masalah merah putih, bung,” kata Nelly kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (4/10/2023).  

Dari kalangan profesional, nama Arief Prasetyo Adi yang saat ini masih menjabat Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), ramai diperbincangkan. 

“Kepala Bapanas? Saya kira, beliau adalah pekerja keras dan tahu masalah. Tidak bisa dibayangkan kalau enggak ada beliau. Dunia perberasan kita kayak apa. Tapi ini suara pribadi saya lho,” kata Nelly.

Saat ini, kata dia, melonjaknya harga beras secara ugal-ugalan dipantik produksi yang tak mencukupi. Banyak yang memicunya. Mulai dari kemarau dampak El Nino, hingga ketersediaan pupuk yang tepat waktu. “Kalau pupuk tidak tepat waktu percuma. Tidak akan mendongkrak produksi,” ungkapnya.

Asumsi tidak ada El Nino, kata Nelly, pupuk telat diberikan maka berdampak kepada tingginya angka rendemen gabah kering panen (GKP). Misalnya, 1 kuintal GKP akan terkonversi menjadi 58 kilogram beras. “Kalau pupuknya telat menjadi 55 kilogram. Atau turun 3 kilogram,” terangnya.

Harus diakui, lanjut Nelly, produktivitas sawah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Satu hektare lahan sawah, dulu bisa produksi hingga 6 ton GKP. Kini susutnya bisa 16 persen hingga 33 persen.  “Ya, paling banter 5 ton dari sawah seluas satu hektare,” pungkasnya. 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button