Market

Bank Mayapada Langgar BMPK, INDEF: Harusnya Jadi Concern OJK

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menyatakan Bank Mayapada melanggar aturan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) kepada 4 korporasi yang nilainya Rp23,56 triliun. Jelas ini pelanggaran berat namun OJK bergeming.

Menurut Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listyanto, kejadian ini seharusnya mendapat atensi khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Apapun kalau kemudian sebuah bank sudah melanggar BMPK itu harus sudah menjadi concern pengawasnya,” kata Eko saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Selasa (20/6/2023).

Jika dilihat dari prosesnya, Eko menyebut, OJK seharusnya menemukan lebih dulu, sebelum masalah ini diendus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apalagi, Bank Mayapada bukan bank pelat merah, sehingga pengawasannya dilakukan langsung oleh OJK.

“Pengawasan kalau menemukan BMPK ada sanksi dalam konteks pelanggaran BMPK itu, apakah kemudian dari pihak pengawas sudah pernah menyurati atau memberikan sanksi atas pelanggaran itu. Kalau belum pernah ada, (OJK) lalai dalam pengawasan itu. Kalau misalkan ada,” jelas Eko.

Eko menilai, pengawasan OJK tidak dilakukan secara ketat karena, menurut dugaannya, Bank Mayapada sendiri bukanlah bank besar sehingga tidak masuk ke dalam systemic important bank sehingga mereka lalai dalam mengawasi terjadinya pelanggaran tersebut.

“Menurut saya pengawasan OJK tidak ketat karena konteks OJK hanya mengatur dan mengawasi. Dalam konteks mengawasi itu dugaan saya ada ketidakawasan, kurang jeli, dalam mengawasi bank,” ungkap Eko.

Lebih lanjut Eko menjelaskan peran OJK dalam mikroprudensial tidak hanya terbatas pada peran di sistemik semata, melainkan non sistemik juga termasuk. Dugaannya, dalam kasus ini OJK kebobolan dalam melakukan pengawasan karena tidak ada yang mengcover kasus tersebut.

“Nah biasanya kalau misalnya sampai kecolongan ini pengawasannya itu ada yang dilaksanakan tapi tidak cover,” ungkap Eko.

Terkuaknya dugaan penyimpangan kredit di Bank Mayapada ini, berawal dari pengusaha Ted Sioeng mendapat fasilitas kredit sebesar Rp1,3 triliun, selama 7 tahun (2014-2021).

Dinilai tak menjalankan kewajiban, Bank Mayapada menyita aset Ted serta mempolisikannya. Selanjutnya, Ted bersama putrinya, ditetapkan sebagai tersangka.

Belakangan, Ted melayangkan surat kepada Menkopolhukam Mahfud MD. Dia menyampaikan adanya setoran untuk Dato Sri Thahir, selaku pemilik Bank Mayapada yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Angkanya mencapai Rp525 miliar.

Kalau benar, ini jelas praktik tak lazim di perbankan. Di mana, Bank Mayapada telah menerapkan Ted sebagai debitur yang tak patuh, namun terus diguyur kredit. Selama 7 tahun.

Tentu saja, cukup aneh. Apakah ada kaitannya dengan kick back Rp525 miliar itu? Nah, keganjilan-keganjilan ini harus dibuka OJK sampai tuntas.

Sejatinya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah mengaudit pengawasan OJK terhadap perbankan pada 2017-2019. Temuannya, Bank Mayapada berkali-kali mengguyur kredit kepada para debitur bermasalah. Angka kreditnya mencapai Rp4,3 triliun.

Selain itu, BPK menemukan Bank Mayapada sering melanggar batas maksimum kredit terhadap 4 korporasi. Jumlahnya mencapai Rp23,56 triliun. Anehnya, OJK diam saja. Tak ada sanksi apalagi upaya menyelidiki lebih jauh pelanggaran ini.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button