Tak Kuat Hadapi Kritikan, Menteri Ara Batalkan Rumah Subsidi 14 M2 dan Minta Maaf

Clara Medium.jpeg

Kamis, 10 Juli 2025 – 14:48 WIB

Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP), Maruarar Sirat atau Ara rapat dengan Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/7/2025).(Foto: Inilah.com/Clara).

Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP), Maruarar Sirat atau Ara rapat dengan Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/7/2025).(Foto: Inilah.com/Clara).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP), Maruarar Sirat atau Ara. membatalkan proyek pembangunan rumah subsidi dengan luas bangunan 14 meter persegi (m2). Tak kuat menghadapi kritikan anak pihak.

“Kami sudah mendengar begitu banyak masukan, termasuk teman-teman anggota DPR Komisi V maka saya sampaikan secara terbuka dan saya cabut ide itu,” ujar Ara saat rapat bersama Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Mantan politikus PDIP yang lompat ke Partai Gerindra itu, menyampaikan permohonan maaf, atas ide proyek rumah subsidi 14 m2.

Untuk menjaring tanggapan dari masyarakat, Kementerian PKP memamerkan desain rumah subsidi tipe 1, berisi kamar tidur seluas 14 m2 di salah satu mal di Jakarta.

“Kami menyampaikan permohonan maaf saya punya ide mungkin yang kurang tepat tapi tujuannya mungkin cukup baik tapi kami harus belajar bahwa ide di ranah publik harus lebih baik soal rumah subsidi yang diperkecil,” kata dia.

Dia menyebut, ide pembangunan proyek rumah subsidi berukuran 14 m2, merupakan realisasi dari keluhan anak muda yang ingin memiliki rumah di perkotaan.

“Jadi tujuannya sebenarnya sederhana tapi kami mendengar banyak anak muda yang ingin tinggal di kota tapi kalau di kota tanahnya mahal mau diperkecil,” jelas dia.

Sebagai informasi, ide pembangunan rumah subsidi minimalis masuk dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025. Ukuran luas bangunan dirancang minimal 18 m2 dengan luas tanah minimal 25 m2.

Sementara itu, sesuai aturan yang saat ini masih berlaku, yakni Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023, ukuran luas bangunan rumah subsidi, minimal 21 m2 dengan luas tanah minimal 60 m2.

Selain itu, rumah dengan luas bangunan 14 m2 tersebut, dipamerkan pula mockup rumah subsidi tipe 2 kamar tidur, dengan luas bangunan 23,5 m2 dengan luas tanah 26,3 m2 di Plaza Semanggi, Jakarta.

Memang betul, banyak kalangan mempertanyakan ide ‘nyeleneh’ Menteri Ara tentang rumah bersubsidi ukuran 18 m2. “Kita ini bukan Hong Kong. Lahan kita masih luas. Tidak bisa disamakan. Membangun rumah bukan cuma soal atap dan tembok, tetapi ada nilai sosial, budaya, bahkan spiritual di dalamnya,” kata anggota Komisi V DPR, Yanuar Arif Wibowo, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Ia menekankan, standar rumah subsidi diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, palingkecil berukuran 36 meter persegi. Atau dikenal dengan julukan tipe-36.

Apabila pemerintah tetap memaksakan model superkecil, maka itu bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap amanat undang-undang dan semangat konstitusi.

“Kalau mau bangun rumah 18 meter, silakan saja untuk proyek komersial tetapi kalau pakai FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), itu harus ikut aturan. Jangan dikurangi seenaknya,” ujarnya.

Kritian dari pengamat properti Anton Sitorus, tak kalah pedasnya. Upaya pemerintah menekan harga rumah, jangan lantas mengorbankan kualitas hidup penghuninya.

“Kalau terlalu kecil, ya bukan rumah subsidi lagi, tetapi rumah ‘subsi-die’,” ucap Anton, mengutip keluhan netizen di media sosial.

Dengan target tiga juta rumah hingga 2026, pemerintah memang dihadapkan pada tantangan besar. Namun Yanuar mengingatkan, kejar tayang proyek tidak boleh mengorbankan martabat rakyat.

“Ini bukan soal angka-angka. Ini soal bagaimana negara hadir memastikan rakyatnya punya tempat tinggal yang benar-benar pantas untuk disebut rumah,” pungkasnya.

Ketua Umum IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), Georgius Budi Yulianto mengatakan, ukuran rumah subsidi 18 meter persegi, apalagi 14 meter persegi, jelas jauh dari kategori layak huni.

Dari sisi standar internasional seperti UN-Habitat, salah satu lembaga naungan PBB, atau standar hunian layak (SDG 11.1), hunian disebut layak huni jika minimal memiliki luas 30 meter persegi untuk satu keluarga.

Di sisi lain, Indonesia sendiri sudah memiliki standar hunian layak dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2017 tentang Standar Teknis Rumah Sederhana Sehat. 
 

Topik
Komentar