Taliban Gandeng Rusia dan China, Tinggalkan Dolar AS Gunakan Mata Uang Lokal


Pemerintahan Taliban sedang dalam pembicaraan lanjutan dengan Rusia agar bank-bank dari kedua negara yang terkena sanksi Barat dapat menyelesaikan transaksi perdagangan senilai ratusan juta dolar dalam mata uang lokal mereka.

Menteri Perdagangan dan Industri Afghanistan Haji Nooruddin Azizi telah mengajukan usulan serupa kepada China. “Beberapa diskusi telah dilakukan dengan kedutaan besar China di Kabul,” katanya, mengutip Reuters, Kamis (22/5/2025).

Proposal dengan Rusia, kata Azizi, sedang digarap tim teknis dari kedua negara. Langkah itu dilakukan saat Moskow fokus menggunakan mata uang nasional untuk mengalihkan ketergantungan dari dolar. Sementara Afghanistan menghadapi penurunan tajam mata uang AS yang masuk ke negara itu akibat pemotongan bantuan.

“Saat ini kami tengah terlibat dalam diskusi khusus mengenai masalah ini, dengan mempertimbangkan perspektif ekonomi regional dan global, sanksi, dan tantangan yang tengah dihadapi Afghanistan, serta tantangan yang tengah dihadapi Rusia. Diskusi teknis tengah berlangsung,” kata Azizi dalam sebuah wawancara di kantornya di Kabul.

Kementerian luar negeri China dan bank sentral Rusia tidak segera menanggapi permintaan komentar. Azizi menambahkan bahwa perdagangan bilateral tahunan antara Rusia dan Afghanistan saat ini sekitar US$300 juta dan kemungkinan akan tumbuh secara substansial karena kedua pihak meningkatkan investasi. 

Pemerintahannya berharap Afghanistan akan membeli lebih banyak produk minyak bumi dan plastik dari Rusia. “Saya yakin ini adalah pilihan yang sangat bagus… kita dapat menggunakan pilihan ini untuk keuntungan dan kepentingan rakyat dan negara kita,” kata Azizi.

“Kami ingin mengambil langkah-langkah di bidang ini dengan China juga,” tambahnya. Afghanistan memiliki sekitar US$1 miliar dalam perdagangan dengan China setiap tahun. Sebuah tim kerja yang terdiri dari anggota dari Kementerian Perdagangan (Afghanistan) dan kedutaan besar China yang merupakan badan resmi yang mewakili China dalam program ekonomi telah dibentuk, dan pembicaraan sedang berlangsung.

Sektor keuangan Afghanistan sebagian besar terputus dari sistem perbankan global karena sanksi terhadap beberapa pemimpin Taliban, yang mengambil alih negara itu pada 2021 ketika pasukan asing menarik diri. Persaingan dengan China dan dampak perang Rusia di Ukraina telah menempatkan status dolar sebagai mata uang dominan dunia di bawah pengawasan ketat dalam beberapa tahun terakhir.

Dolar telah mengunci perdagangan komoditas, yang memungkinkan Washington untuk menghalangi akses pasar bagi negara-negara produsen dari Rusia hingga Venezuela dan Iran.

Afghanistan sejak 2022 telah mengimpor gas, minyak, dan gandum dari Rusia, kesepakatan ekonomi besar pertama setelah Taliban kembali berkuasa sambil menghadapi isolasi internasional menyusul 20 tahun perang melawan pasukan pimpinan AS.

Pemotongan bantuan senilai miliaran dolar untuk Afghanistan, yang dipercepat tahun ini oleh Amerika Serikat, telah menyebabkan jauh lebih sedikit dolar, yang diterbangkan secara tunai untuk operasi kemanusiaan ke negara tersebut. Badan pembangunan dan ekonom mengatakan mata uang Afghan sejauh ini relatif stabil tetapi mungkin menghadapi tantangan di masa mendatang. 

Azizi mengatakan bahwa stabilitas mata uang dan upaya pemerintahannya untuk meningkatkan investasi internasional termasuk dengan diaspora Afghanistan, akan mencegah kekurangan dolar AS di negara tersebut.