Di balik gaduh tambang nikel merusak lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, bisa jadi karena terlalu besarnya wewenang pemerintah pusat. Sementara daerah hanya kebagian getahnya saja.
Seperti ‘curhatan’ Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam yang mengaku tak punya kuasa untuk mengatur izin tambang nikel di daerahnya. Ketika ada tambang yang merusak lingkungan pun, dia tak mampu apa-apa.
Ditegaskan kembali, pemerintah daerah, selama ini, kesulitan melakukan intervensi terhadap tambang nikel yang diduga merusak dan mencemari hutan serta ekosistem yang ada.
“97 persen Raja Ampat adalah daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas,” kata Orideko, dikutip Jumat (7/6/2025).
Karenanya, dia meminta pemerintah pusat meninjau pembatasan kewenangan pengelolaan hutan, sebagai bagian dari upaya untuk melestarikan alam dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat di wilayah itu.
Orideko menjelaskan, Kabupaten Raja Ampat terdiri dari 117 kampung atau desa dan 24 distrik. Dianugerahi kekayaan alam luas biasa, mulai hutan dan laut yang bisa dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
“Kita memiliki laut dan hutan yang luas, kemudian potensi wisata yang telah terkenal bahkan mendapatkan predikat Geopark dari Unesco,” katanya.
Pembatasan kewenangan pengelolaan hutan yang saat ini berlaku, menyebabkan kesulitan bagi masyarakat lokal dalam mengakses dan mengelola sumber daya hutan.
Hal ini, kata Orideko, berdampak kepada minimnya kesejahteraan masyarakat di daerah serta upaya pelestarian alam.
“Hutan ini tidak hanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan masyarakat lokal, tetapi juga sebagai habitat bagi berbagai spesies endemik dan langka,” ucapnya.
Ketika kewenangan itu hanya datangnya dari Jakarta, kata dia, maka pemerintah dan masyarakat Raja Ampat, hanya menjadi penonton atas kekayaan alam yang ada.
“Yang menjadi pertanyaan adalah adanya Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) itu untuk apa. Saya pikir Otsus hadir untuk memberikan keleluasaan bagi kami mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada tanpa intervensi pihak lain,” kata Orideko.
Dia berharap, DPR bersama pemerintah pusat meninjau kembali pembatasan kewenangan terkait pengelolaan hutan.
Di mana, pemerintah pusat bisa memberikan kesempatan bagi daerah dan masyarakat lokal untuk lebih terlibat dalam pengelolaan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.