Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan keterangan dari pemerintah terkait RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan (P2) APBN Tahun Anggaran (TA) 2024.
Mulanya, Sri Mulani menyatakan syukur karena APBN 2024 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Dengan mengucap Syukur, Alhamdulillah pada TA 2024, pemerintah kembali memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas LKPP 2024 dari BPK. Bahkan, BPK memberikan penilaian terbaik yang mencerminkan komitmen terhadap akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara,” tutur Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR Masa Persidangan IV, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
Selanjutnya, dia mengulas berbagai dinamika ekonomi yang terjadi, baik skala nasional maupun global. Kedua sisi itu, sama-sama menantang.
Misalnya saja, panasnya geopolitik yang berawal dari konflik antara Rusia dengan Ukraina sejak 2022, hingga kini.
Demikian pula situasi Timur Tengah yang tensinya terus memanas, konflik militer fisik di sekitar Laut Merah menjadikan wilayah menjadi zona konflik maritim dan memperburuk keadaan ekonomi dunia. Bahkan menjadikan ancaman bagi rantai pasok global.
“Aktivitas pelayaran Global melalui terusan Suez tempat menurun hingga 50 persen di paruh pertama 2024. Permasalahan klasik antara RRT dengan Taiwan yang melibatkan pelaku besar, terus mengemuka,” ucap dia.
Tak hanya itu, konflik antar negara tahun 2024 juga sangat kental diwarnai oleh fenomena super election years. Pemilu di tahun 2024 dilaksanakan oleh lebih dari 70 negara termasuk negara yang tengah mengalami konflik.
Hal ini, kata Sri Mulyani, berdampak pada peningkatan risiko ketidakpastian dan mengganggu stabilitas ekonomi tekanan pasar keuangan perlambatan investasi dan gangguan rantai pasok global.
“Dampak dari berbagai risiko ketidakpastian dapat kita rasakan. Tahun 2024 minyak mentah komoditas utama yang banyak dihasilkan di Timur Tengah mengalami kenaikan tajam dari sisi harga hingga mencapai 91,2 dolar AS per barel pada awal April 2024. Tingkat tersebut melonjak tajam dibandingkan harga sebelum Konflik terjadi yaitu pada kisaran 80 dolar AS per barel,” ungkapnya.
Meski begitu, Sri Mulyani menjelaskan, pada 2024 pendapatan negara mencapai Rp2.850,6 triliun, artinya tumbuh 2,4 persen dibandingkan capaian 2023.
“Dari realisasi belanja dan pendapatan tersebut defisit APBN 2024 adalah sebesar 2,3 persen terhadap PDB. Angka ini jauh lebih rendah dari yang kami laporkan pada laporan semester kepada DPR, yaitu pada saat itu disampaikan 2,7 persen PDB. Ini menggambarkan kebijakan fiskal dikelola secara prudent dan berkelanjutan,” ujarnya.
Defisit APBN, kata Sri Mulyani, ditambal dari melalui bauran keseimbangan antara pembiayaan utang yang terkendali, dan pembiayaan non utang yang produktif dan efektif. Sepanjang 2024, realisasi pembiayaan utang ditekan lebih rendah dari target awal yang telah ditetapkan dalam UU APBN 2024.
“Hal ini merupakan hasil dari upaya optimalisasi sumber pembiayaan agar terus efisien dan rendah risiko. Di tengah suasana global di mana suku bunga global higher for longer, yield dari SBN Indonesia tetap dapat kita kendalikan,” tandasnya.