Market

Timnas AMIN: Hilirisasi Nikel Munculkan Kartel dan Hanya Untungkan China

Co-Captain Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Thomas Lembong menilai, kebijakan hilirisasi nikel saat ini, tak beda dengan praktik kartel yang hanya menguntungkan pemilik smelter nikel di Indonesia yang dikuasai investor China.

“Saya cenderung setuju, apa kebijakan hilirisasi ini mengeser keuntungan dari petambang kita kepada sebuah kartel yang hanya segelintir perusahaan raksasa dan mereka meraup profit,” ujar Tom Lembong, sapaan akrab Thomas Lembong dalam diskusi publik bersama CSIS, di Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2023).

Menurut Tom Lembong, adanya larangan ekspor bijih nikel (mineral mentah) memaksa tambang-tambang kecil, menjual produknya ke segelintir pelaku usaha yang punya izin ekspor dan smelter.

“Ini mengulang sejarah masa lalu, di mana kebijakan hilirisasi punya sejarah yang suram. Hilirisasi kayu, menjadi kayu lapis meninggalkan warisan yang buruk. Yakni, deforestasi besar-besaran dan akhirnya ambruk juga,” jelasnya.

Demikian juga, lanjutnya, hilirisasi karet yang membuat pengusaha berlomba-lomba berinvestasi, membangun pabrik pengolahan karet. Bahkan, sampai melebihi kapasitas, sehingga ujungnya kewalahan.

“Terpaksa menekan harga kepada petani karet untuk membeli bahan bakunya. Berujung kepada pabrik pengolahan karet yang bangkrut,” tambahnya.

Tom Lembong menjelaskan, sumber pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya itu, bukan dari kebijakan hilirisasi yang digagas Presiden Jokowi. Namun, pihaknya enggan menghentikan kebijakan yang sudah terlanjur dikerjakan.

“Biar pasar yang memberi evaluasi. Kalau kita sih lebih fokus geser ke sektor-sektor yang lebih berpeluang meningkatkan penghasilan pekerja,” tuturnya.

Sebelumnya, ekonom senior Indef, Faisal Basri pun menyebut senada. Bahwa, investor China untung besar hingga 90 persen dari hilirisasi nikel yang dicanangkan Presiden Jokowi. Sedangkan pemerintah Indonesia hanya kebagian 10 persen saja.

“Hilirisasi sekadar bijih nikel jadi nickel pig iron (NPI), jadi feronikel. Lalu, 99 persen diekspor ke China. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10 persen, 90 persennya ke China,” kata Faisal Basri, Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Adapun kenaikan nilai ekspor dari nikel ini, menurut Faisal, bisa jadi benar. Hanya saja, duit itu tidak masuk ke Indonesia namun terbang ke China. Karena, sebagian besar pemilik smelter nikal di Indonesia adalah China. Sehingga uang hasil penjualan dari hilirisasi nikel pun dibawa ke China.

“Jadi, ekspor memang dahsyat kenaikannya (ekspor) namun perlu diingat, ekspor itu dilakukan sebagian besar oleh perusahaan China yang hasil ekspornya nggak dibawa ke Indonesia. Paling kalau dibawa ke Indonesia hanya 1 hari, besoknya dia bawa dan itu hak mereka memang,” kata Faisal.

Pernyataan Faisal itu menjawab Presiden Jokowi yang menyebut adanya kenaikan nilai ekspor bijih nikel dengan ekspor nikel olahan. Di mana, nilai ekspor bijih nikel hanya Rp17 triliun sedangkan ekspor nikel olahan mereoket menjadi Rp510 triliun.

“Karena dari hilirisasi kita dapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, PNBP, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja, (pendapatan) pajak dari Rp17 triliun sama Rp500 triliun, gedean mana,” kata Jokowi. 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button