Total Kekayaan Deddy Corbuzier dalam LHKPN Rp953 Miliar, Ini Rincian dan Jumlah Utangnya


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengunggah laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Sosial dan Publik Deddy Cahyadi atau akrab disapa dengan Deddy Corbuzier.

Berdasarkan data dalam laman elhkpn.kpk.go.id yang diakses dari Jakarta, Minggu (8/6/2025), total kekayaan Deddy Corbuzier mencapai sekitar Rp953 miliar.

Total kekayaan tersebut terdiri atas 19 tanah dan bangunan senilai Rp66.599.664.431, dua unit mobil senilai Rp2.195.000.000, harta bergerak lainnya Rp496.152.007.876, surat berharga Rp386.130.385.400, hingga kas dan setara kas sebanyak Rp21.677.713.754.

Sementara itu, untuk tanah dan bangunan, Deddy memiliki 16 tanah dan bangunan di Kabupaten/Kota Tangerang, Banten, dan tiga sisanya di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Dalam LHKPN tersebut, dia menyebutkan memiliki unit mobil bermerek Ford Ranger DC 3.21 Wildtrack AT tahun 2016 senilai Rp595.00.000, dan Jeep Rubicon 2 Door 2.0 A/T tahun 2020 senilai RP1.600.000.000.

Namun, Deddy memiliki utang sebanyak Rp19.733.191.890. Dengan demikian, total harta kekayaan yang telah diambil utang menjadi Rp953.021.579.571.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan Deddy Corbuzier telah melaporkan LHKPN.

“Untuk saudara Deddy Cahyadi (Deddy Corbuzier) sudah lapor LHKPN, dan terverifikasi lengkap,” ujar Budi di Jakarta, Selasa (3/6/2025).

Akan tetapi, Budi pada saat itu mengatakan bahwa LHKPN Deddy Corbuzier masih diproses untuk diunggah dalam laman elhkpn.kpk.go.id.

Deddy Corbuzier resmi dilantik sebagai Staf Khusus Menhan pada 11 Februari 2025.  Ia wajib melaporkan LHKPN karena telah menjadi penyelenggara negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

LHKPN merupakan instrumen penting dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran menjadi landasan utama agar penyelenggara negara tidak menyalahgunakan jabatan untuk menikmati kekayaan yang tidak sah.