Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) semakin ketar-ketir dengan dinamika perekonomian nasional. Bahkan statusnya sudah ‘lampu kuning’ terkait pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2025 yang mentok di level 4,87 persen.
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani beralasan, angka pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2025, lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,11 persen. “Angka ini adalah lampu kuning, bukan hanya bagi pemerintah maupun pelaku industri besar, tetapi juga untuk kita semua,” kata Shinta di Jakarta, dikutip Sabtu (14/6/2025).
Kondisi ini, kata dia, semakin menantang karena kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa lebih dari 40.000 pekerja telah mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini.
“Sektor tekstil, garmen, dan elektronik yang selama in menjadi tulang punggung industri padat karya adalah yang paling terdampak,” kata Shinta.
Selain itu, tekanan juga datang dari berbagai arah, termasuk persaingan global yang makin ketat, ketidakpastian geopolitik, perubahan pola konsumsi masyarakat, dan menurunnya daya beli.
Dalam menghadapi tantangan ini, Apindo menyerukan refleksi dan penyusunan langkah baru yang adaptif, dengan pendekatan dan mentalitas baru.
Shinta menambahkan, kewirausahaan memegang peran krusial, menempatkan UMKM sebagai pusat perubahan yang diharapkan, mengingat sektor ini menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia dan menyumbang lebih dari 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Apindo mencatat adanya 73.992 pekerja yang menjadi korban PHK dari 1 Januari hingga 10 Maret 2025. Angka ini diperoleh dari data pekerja yang tidak lagi terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan selama periode tersebut.
Sementara itu, data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan angka PHK yang lebih rendah, yakni 26.455 orang hingga 20 Mei 2025. Provinsi Jawa Tengah menjadi daerah dengan jumlah korban PHK terbanyak, yaitu 10.695 orang, diikuti Jakarta sebanyak 6.279 orang, dan Riau dengan 3.570.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 menjadi 3,67 juta orang, naik sekitar 83 ribu orang dari periode yang sama tahun lalu.
Dia juga prihatin dengan 66 juta UMKM di Indonesia, hanya 7 persen yang terhubung dengan rantai pasar domestik dan 4 persen UMKM mampu menembus rantai nilai global.
Shinta mengatakan bahwa angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, yang telah berhasil mengintegrasikan 20 persen UMKM-nya ke pasar global.
“Selain itu, kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional juga masih sangat berbatas hanya sebesar 15,7 persen. Kalau kita bandingkan dengan Thailand misalnya itu bisa sampai 29 persen,” ucap Shinta.
Selain minimnya koneksi ke rantai pasok global, Apindo juga menyoroti sejumlah hambatan fundamental yang dihadapi UMKM.
Berdasarkan survei yang dilakukan Apindo terhadap lebih dari 2.000 perusahaan pada 2024 menunjukkan bahwa 51 persen UMKM menghadapi keterbatasan akses keuangan dan modal. Proses birokratis yang rumit, biaya pinjaman yang tinggi, serta persepsi risiko yang melekat pada UMKM menjadi penghalang utama.
Akibatnya, lebih dari 80 persen UMKM masih sangat bergantung pada pendanaan pribadi untuk memulai dan mengembangkan usaha mereka.
Tidak hanya itu, 35 persen UMKM mengeluhkan kesulitan dalam akses pasar, pemasaran, dan promosi. Ironisnya, saat ini hanya 9 persen UMKM yang memiliki akses ke alat produksi dan teknologi yang sesuai.