News

Waketum MUI Desak Pemerintah Evaluasi Izin Penjualan Minuman Keras di Bandara

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyoroti penjualan minuman keras yang dilarang oleh agama Islam di banyak bandara di Indonesia. Menurutnya, sebagai negara yang berfalsafah Pancasila, Indonesia seharusnya menghormati nilai-nilai ajaran agama, termasuk ajaran Islam yang merupakan agama mayoritas penduduk.

Anwar Abbas mengungkapkan keprihatinannya atas kenyataan bahwa minuman keras dijual dan dipajang di toko-toko seperti Red & Whites, Wines and Spirit, atau Bali Duty Free. Ia mempertanyakan apakah pemerintah tidak merasa perlu melarang penjualan minuman keras atau justru sengaja memberi izin kepada perusahaan-perusahaan untuk mengedarkannya.

“Apakah pemerintah sudah tidak lagi merasa perlu untuk melarangnya atau pemerintah memang telah dengan sengaja memberi izin kepada perusahan-perusahan itu untuk mengedarkan dan menjual minuman keras tersebut,” kata Buya Anwar kepada inilah.com, Rabu (22/3/2023).

Situasi ini sangat disesalkan, terlebih jika dibandingkan dengan negara sekuler seperti Amerika Serikat, di mana penjualan minuman keras dibatasi dan diperketat untuk warga di atas 18 tahun. Ketua Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup Muhammadiyah itu menilai kebijakan pemerintah ini terasa janggal dan tidak pada tempatnya, terutama jika dikaitkan dengan gagasan revolusi mental yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.

Alasan bahwa tidak semua agama di Indonesia melarang minuman keras dinilai tidak tepat dan tidak berkeadilan. Kebijakan ini seakan mengabaikan dan merusak hak serta kepentingan kelompok mayoritas demi membela hak-hak peminum minuman keras yang merupakan minoritas.

“Tentu alasan tersebut jelas tidak tepat dan tidak berkeadilan, karena untuk membela hak-hak dari para peminum minuman keras yang jumlahnya minoritas di negeri ini , pemerintah lalu harus mengabaikan dan merusak hak serta kepentingan kelompok mayoritas,” katanya.

Buya Anwar menegaskan bahwa jika keadaan ini terus berlangsung, sikap dan kebijakan pemerintah ini mencerminkan bahwa Indonesia sebagai negara Pancasila sudah tidak lagi menghormati sila pertamanya. Situasi ini sangat berbahaya bagi kehidupan kenegaraan dan kebangsaan di negeri ini ke depannya.

“Jika keadaan seperti ini terus berlangsung maka tentu sikap dan kebijakan pemerintah ini jelas-jelas telah mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara Pancasila yang sudah tidak lagi menghormati sila pertamanya dan itu jelas sangat berbahaya bagi kehidupan kenegaraan dan kebangsaan di negeri ini kedepannya,” tandasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button