Market

Rupiah Tersungkur Dekati Rp16.000/USD, Gubernur BI Sebut Hanya Sementara


Nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan yang cukup hebat mendekati Rp16.000 per USD, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menilai pemberitaan jadi salah satu faktor yang berdampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah saat ini.

Faktor pemberitaan turut berkontribusi selain faktor permintaan dan penawaran (supply & demand). Namun Perry meyakini pelemahan ini hanya bersifat sementara.

“Perkembangan harga apapun baik, inflasi ataupun nilai tukar, selalu dipengaruhi dua faktor utama, yaitu satu faktor fundamental itu supply demand, kedua adalah berita,” kata Perry dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) terakhir atau Selasa sore kemarin, mematok rupiah di angka Rp 15.825 per dolar AS. Menurut Perry pelemahan tersebut hanya bersifat sementara atau dalam jangka pendek.

Lebih lanjut, Perry merincikan adanya prediksi pasar bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan pada semester I 2024. Namun mengacu pada situasi seperti inflasi inti AS yang masih belum turun di bawah sasaran, menurut Perry keyakinan pasar turut berpengaruh.

“Ternyata data-data terakhir, kayaknya Federal Open Market Commite (FOMC) sabar untuk tidak buru-buru menurunkan FFR (Feds Fund Rate) karena ekonomi masih tumbuh bagus dan inflasi inti juga belum turun di bawah sasaran,” ujarnya.

Kemudian, kabar lain yang turut mempengaruhi nilai rupiah yakni terkait eskalasi geopolitik global tak kunjung mereda.

Bahkan konflik geopolitik yang tadinya hanya terjadi di wilayah Timur Tengah, meluas hingga Laut China Selatan. Konflik geopolitik tersebut berdampak terhadap gangguan rantai pasok global.

Kebijakan regulator Tiongkok dalam menghentikan peminjaman saham tertentu juga turut menjadi katalisator.

Namun Perry menegaskan bukan hanya rupiah yang mengalami pelemahan tetapi nilai tukar di negara-negara berkembang lainnya juga mencatat pelemahan.

Padahal, menurutnya, nilai tukar rupiah seharusnya mengalami penguatan sejalan dengan fundamental Indonesia yang tetap kuat.

Lebih lanjut, Perry menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah masih kuat secara fundamental dengan didukung oleh surplus neraca perdagangan, tingkat inflasi yang rendah, serta imbal hasil SBN yang tinggi.

“Karena ini faktor-faktor jangka pendek ya kami intervensi. Tugasnya BI ya begitu, kalau tekanan lagi tinggi ya kami stabilkan supaya pergerakan stabil dan kita giring untuk lebih menguat sesuai fundamental,” katanya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button