Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan kapitalisme murni menyebabkan ketimpangan di tengah masyarakat. Menurutnya, ini merupakan salah satu dampak buruk terhadap kapitalisme di tengah situasi yang tak menentu ini.
Prabowo menjelaskan setiap negara perlu memiliki kebijakan ekonomi dan filosofi ekonomi masing-masing. Sebab, salah satu kesalahan besar banyak negara di Asia Tenggara adalah kecenderungan untuk mengikuti kekuatan terbesar dan terkuat di dunia.
“Dalam 30 tahun terakhir, kita melihat dominasi filosofi pasar bebas klasik kapitalis neoliberal, yang pada dasarnya cenderung laissez faire, dan elit Indonesia mengikuti filosofi ini, dan karena itu, menurut saya, kita belum berhasil menciptakan lapangan bermain yang setara bagi semua rakyat kita,” kata Prabowo ketika berbicara dalam St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 yang berlangsung di Rusia, Jumat (20/6/2025).
Dia menilai karena filosofi tersebut, kekayaan banyak dipegang oleh segelintir pihak saja. Bahkan di Indonesia, kekayaan berkelindan hanya pada 1 persen kalangan. Padahal, ungkap Prabowo, Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen selama 7 tahun berturut-turut.
“Ya, 5 persen dalam tujuh tahun, tetapi kita belum berhasil mencapai apa yang disebut trickle down effect. Kekayaan tetap berada di atas kurang dari 1 persen (kelompok masyarakat). Dan ini bukan rumus untuk mencapai kesuksesan, menurut pendapat saya,” jelasnya.
Dia menyarankan setiap negara bisa memiliki filosofi ekonominya sendiri. Pasalnya, filosofi tersebut bisa diterima oleh budaya dan latar belakang masing-masing negara.
“Oleh karena itu, saya telah memilih jalan kompromi, jalan sosialisme terbaik dan kapitalisme terbaik,” ujarnya.
Pemikiran ini, ujar Prabowo, dibeberkan karena melihat paham sosialisme membuat segelintir masyarakat malas mengembangkan diri mereka. Sedangkan kapitalisme justru membuat ketimpangan yang nyata di tengah masyarakat.
“Sosialisme murni yang kita lihat tidak bekerja adalah utopia. Sosialisme murni, kita melihat banyak peluang, dan banyak kasus orang tidak mau bekerja. Kapitalisme murni menghasilkan ketimpangan, menghasilkan hanya sebagian kecil yang menikmati hasil kekayaan,” tuturnya.