News

Apakah Debt Collector Boleh Menagih ke Rumah? Ternyata Ini Hukumnya

Pinjaman online kembali menelan korban jiwa. K, warga Baturaja, Sumatera Selatan, bunuh diri lantaran tidak tahan diteror debt collector

Kasus ini viral setelah diunggah di media sosial X. Polisi turun tangan mengusutnya termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Peristiwa mengenaskan ini terjadi Mei 2023, namun baru ramai setelah viral di media sosial. Korban K sebelumnya menarik pinjaman di PT Pembiayaan Digital Indonesia atau Ada Kami, sebesar Rp9,4 juta. Namun akibat bunga, korban harus membayar Rp18 juta atau dua kali lipat dari besaran pinjaman pokok. Korban akhirnya kesulitan membayar dan mendapat teror dari debt collector.

Teror pertama datang ke kantor korban, yang mengakibatkan korban dipecat dari pekerjaannya. Intimidasi terus berlanjut ke rumah orang tua korban, tempat korban tinggal setelah tak mampu membayar sewa kontrakan.

Pelaku debt collector meneror korban dan keluarganya dengan membuat 5-6 order fiktif dengan memesan layanan online. Makanan-makanan itu sebagian diambil tetangganya karena korban tak mampu membayar.

K akhirnya mengakhiri hidupnya, setelah anak dan istrinya pergi karena tak kuat dengan teror debt collector. Ironisnya, debt collector tidak percaya ketika diberitahu korban telah meninggal dunia dan terus melakukan intimidasi.

Aturan Terkait Debt Collector Datang ke Rumah untuk Menagih

 bolehkah debt collector datang ke rumah
Etika Debt Collector Menagih Utang (Foto: Istock)

Kasus debt collector menagih dengan kekerasan berupa teror bukan baru kali ini saja terjadi. Bahkan beberapa kasus penagih utang, langsung menyita kendaraan yang terlambat membayar tunggakan di jalan raya saat dikendarai pemiliknya, atau melukai korbannya.

Seperti apa sebenarnya aturan menagih utang yang seharusnya dilakukan debt collector dan adakah UU yang mengaturnya? Dikutip dari laman hukum online, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai penagih utang atau debt collector.

Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur (dalam hal ini adalah lembaga keuangan/pembiayaan) untuk menagih utang kepada debiturnya (nasabah).

Namun, BI membuat aturan mengenai etika menagih utang, seperti tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI), yaitu: 

  1. Dalam melakukan penagihan kartu kredit, penyedia jasa pembayaran yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan sumber dana dengan penerbitan kartu kredit wajib mematuhi pokok etika penagihan utang termasuk namun tidak terbatas pada: 
    1. menjamin bahwa penagihan utang, baik yang dilakukan oleh penyedia jasa pembayaran sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    2. dalam hal penagihan utang menggunakan penyedia jasa penagihan, penyedia jasa pembayaran wajib menjamin bahwa: 
      1. pelaksanaan penagihan utang kartu kredit hanya untuk utang dengan kualitas kredit diragukan atau macet; dan
      2. kualitas pelaksanaan penagihannya sama dengan jika dilakukan sendiri oleh penyedia jasa pembayaran.
  • Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit baik menggunakan tenaga penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, penerbit Kartu Kredit (Bank) wajib memastikan bahwa: 
    1. tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku;
  • identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit Kartu Kredit (Bank);
  • tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-pokok etika penagihan sebagai berikut: 
    1. menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit (Bank), yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;
  • penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu Kredit;
  • penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
  • penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu Kredit;
  • penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
  • penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili Pemegang Kartu Kredit;
  • penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit;
  • penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu;
  • Penerbit Kartu Kredit juga harus memastikan bahwa pihak lain yang menyediakan jasa penagihan yang bekerjasama dengan Penerbit Kartu Kredit juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan 
  • Sanksi Pidana Menagih Utang dengan Kekerasan

    KUHP secara tegas melarang debt collector melakukan kekerasan terhadap nasabahnya. Pelaku dapat dijerat sanksi pidana.

    Berikut pasal-pasal dalam KUHP yang dapat menjerat debt collector pelaku kekerasan:

    Pasal 310 ayat (1) KUHP:

    “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

    Pasal 362 KUHP:

    “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

    Pasal 365 ayat (1) KUHP:

    “Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.”

    Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

    Beri Komentar (menggunakan Facebook)

    Back to top button