Market

Dugaan Kerugian Negara dari Penjualan Kondensat Medco Energi Bengkanai, CERI Sentil SKK Migas


Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menduga adanya potensi kerugian negara dari penjualan kondensat yang menjadi bagian negara oleh PT Medco E&P Indonesia di K3S Medco Energi Bengkanai Limited (MEBL), Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.

“Medco E&P tidak tegas dalam menjawab konfirmasi CERI. Namun setelah CERI melalukan konfirmasi resmi ke staf bagian komersial SKK Migas, ternyata kondensat bagian negara tidak ditenderkan Medco Energy Bengkanai sejak 2018 hingga 2024. Pembelinya PT Yasa Karya dengan harga patokan kondensat Senipah dikurangi 37,57 dolar AS per barel,” kata Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Jakarta, Senin (26/2/2024).

Padahal;, kata Yusri, ada perusahaan migas yang berani dengan harga yang lebih bagus yakni harga patokan londensat Senipah dikurangi US$35/barel. Misalnya, harga kondensat Senipah sebesar US$50/barel maka harga jual kondensat MEBL ke PT Yasa Karya sebesar US$12,43. “Tapi ada perusahaan yang berani faktor pengurangnya (minus) lebih rendah yakni sebesar US$35 per barel. jadi, negara bisa terima 15 dolar AS. Selisihnya lebih dari  2 dolar AS per barel. Nah ini kan potensi kerugian negara,” terang Yusri.

Adanya perusahaan migas yang berani mengajukan harga yang lebih menguntungkan negara ini, kata Yusri, diketahuinya pada awal Oktober 2023. Perusahaan tersebut telah mengajukan penawaran kepada Deputi Keuangan dan Komersial SKK Migas, namun tidak ditanggapi.

“Artinya penjualan kondensat bagian negara tanpa tender, diduga merugikan negara 2,57 dolar per barel. Totalnya tinggal dikalikan saja volume kondensat bagian negara yang telah dijual MEBL kepada PT Kimia Yasa. Tugas BPK lakukan audit. Dan tugas KPK serta Kejaksaan Agung untuk menelisiknya,” ungkap Yusri.

Masalah ini, kata Yusri, pernah ditanyakan kepada pihak PT Medco E&P Indonesia, melalui Manager Communication Medco, Leony Lervyn Saragi melalui surat Nomor EXT-010/RNS/INA/MEDC/II/2024 tertanggal 15 Februari 2024. Pihak Medco mengeklaim seluruh prosesnya telah memenuhi dan sesuai peraturan dan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.

“Terkait aktivitas PT Kimia Yasa (KY), MEBL menegaskan bahwa PT KY merupakan pihak pembeli kondensat, bukan afiliasi MEBL. Proses pengangkutan, penimbunan dan distribusi kondensat dilakukanoleh PT KY. Seluruh aktivitas tersebut, sejak keluar dari lokasi operasi Medco E&P menjadi tanggung jawab PT KY. Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi manajemen PT KY,” tulis Leony.

Dalam temuan ini, Yusri juga menyoroti pihak SKK Migas terkesan tenang-tenang saja alias mendiamkannya. Padahal, SKK Migas punya tugas dan funsgi sebagai pengawas proses bisnis ini. Bagaimana mungkin penjualan kondensat yang menjadi bgian pemerintah tidak ditenderkan? kalau didiamkan berpotensi adanya kerugian negara.

“Kemudian konon kabarnya kontrak dengan PT Kimia Yasa tidak dikenakan denda bayar jika tidak mengambil kondensat. Padahal jika kondensat tidak diambil bisa berpotensi terjadi tangki penuh dan production curtailment, atau pengetatan atau pembatasan produksi serta ground flaring, peristiwa ini harusnya sangat dihindari,” ungkap Yusri.

Dia pun mempertanyakan status PT Kimia Yasa yang memiliki Izin pengolahan minyak dan gas bumi (migas), namun belum pernah melaporkan kegiatan usahanya ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Menteri ESDM harus menelisik kinerja SKK Migas dalam hal ini. Bisa jadi praktik seperti ini terjadi juga di KKKS lainnya yang bisa menyebabkan lifting migas turun terus dari tahun ke tahun,” imbuh Yusri.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button