Market

Ekonom: Pembiayaan China Lewat BRI Hasilkan 245 Juta Ton Karbon Dioksida

Presiden Jokowi menjabat tangan PM China Li Qiang di Diaoyutai State Guest House, Beijing, China, Selasa (17/10/2023). (Foto: Antara).
Dalam satu dekade ini, pembiayaan atau investasi China (Tiongkok) di berbagai negara, tembus US$1 triliun. Atau setara Rp15.700 triliun (kurs Rp15.700/US$).

Namun demikian, ekonom muda, Bhima Yudhistira menyayangkan pembiayaan dari China itu, sangat tidak ramah lingkungan.

Dalam rilis kepada media, Jakarta, Selasa (17/10/2023),  Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) itu, menerangkan, pembiayaan dari China yang nominalnya sangat fantastis itu, difokuskan untuk pembangunan pembangkit listrik, jalur kereta, pelabuhan, jalan raya, hingga jembatan.

“Aliran dana Belt and Road Initiative (BRI) ini mayoritas diterima oleh negara-negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia. Pembahasan pembangunan yang bertumpu pada isu keberlanjutan penting untuk disuarakan lebih tegas dalam BRI Summit 2023, karena pendanaan Tiongkok hingga sekarang masih jauh dari kata hijau,” kata Bhima.

Bhima betul. Proyek BRI yang digagas China, gencar betul membiayai pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Dari sektor ini, menyumbang sekitar 245 juta ton karbon dioksida per tahun.

“Di Indonesia sendiri masih banyak proyek yang memiliki resiko tinggi terhadap lingkungan dan sosial terutama pembiayaan smelter nikel yang masih gunakan PLTU batubara skala besar,” pungkas Bhima.

Berdasarkan laporan AidData tahun 2021, Indonesia menjadi salah satu negara penerima dana terbesar dari China, melalui skema BRI. Banyak pengamat dan para ahli ekonomi di Indonesia mengkritik tajam inisiasi China menggelontorkan dana besar-besaran untuk proyek yang tak ramah lingkungan.

Muhammad Zulfikar Rakhmat, Direktur Studi China-Indonesia dari CELIOS, menyoroti investasi China di sektor energi baru terbarukan (EBT) masih jauh lebih rendah dibandingkan di sektor energi kotor.

“Ironisnya, bahkan sebanyak 86 persen, pendanaan Tiongkok disalurkan untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga batu bara, lewat China Development Bank (CDB) dan China Export-Import Bank (CHEXIM),” ungkap Fikar, sapaan akrabnya.

Padahal, kata Fikar, Presiden Xi Jinping pada 2021, secara tegas menyatakan komitmen China untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik bertenaga batu bara.

“Realitanya, dalam konteks Indonesia, janji tersebut ternyata masih menjadi komitmen hampa, mengingat belum ada tindakan serius atas isu ini dari dua belah pihak, baik Tiongkok maupun pemerintah Indonesia.” tegas Fikar.

Bukti dari lemahnya komitmen Tiongkok untuk beralih ke investasi energi bersih, lanjutnya, terlihat dalam laporan China Belt and Road Initiative (BRI) Investment Report 2022. Disebutkan bahwa masih terdapat proyek yang melibatkan pengembangan captive power plant untuk energi listrik.

Pada Senin (16/10/2023),  Presiden Jokowi bertolak ke China untuk menghadiri Belt and Road Initiative (BRI) Summit ke-5 pada 17-18 Oktober 2023.

Acara ini menjadi lebih istimewa karena memperingati 10 tahun sejak BRI pertama kali diperkenalkan pada 2013. Dihadiri sekitar 130 negara dan 30 organisasi internasional, Presiden China, Xi Jinping, akan menyampaikan pidato khusus bertema “High-quality Belt and Road Cooperation: Together for Common Development and Prosperity”.

Setidaknya akan ada tiga forum tingkat tinggi yang akan membahas agenda utama, yakni mengenai isu konektivitas, green development (pembangunan hijau), dan ekonomi digital.

Hadirnya Presiden Jokowi menjadikan kesempatan untuk mendorong kerja sama pembangunan BRI yang lebih berorientasi pada kepentingan Indonesia terutama dalam transisi energi.

Topik pembangunan hijau menjadi pembahasan yang paling menuai perhatian di antara ketiga isu di BRI Summit. Pasalnya, statistik dan fakta di lapangan menunjukkan masifnya jumlah investasi China di bawah payung Belt and Road Initiative yang cukup kontroversial.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button