News

Inilah 3 Alasan Utama Mengapa Ibu Kota Negara Pindah ke Kalimantan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat pertanyaan menggelitik dari seorang siswa SD di Papua. Kepala negara ditanya alasan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, dan tidak ke Papua.

Pertanyaan ini diajukan ketika Jokowi beraudiensi dengan pelajar di salah satu hotel di Kota Jayapura, Papua, Jumat (7/7/2023).

Pertanyaan alasan ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan sebenarnya sering ditanyakan dan sudah berkali-kali pula Presiden Jokowi melontarkan jawabannya.

Sama seperti jawaban-jawabannya sebelumnya, kepada siswa SD asal Papua, Jokowi mengatakan, Kalimantan menjadi lokasi ibu kota negara baru karena letaknya berada di tengah Indonesia. Sehingga dekat diakses dari sisi barat, timur, utara maupun selatan.

Pemindahan ibu kota negara diusulkan Bung Karno dan SBY

Ide pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan, seperti dikutip dari laman Kemenkeu RI, sebenarnya telah muncul sejak era Presiden Sukarno, tepatnya pada 17 Juli 1957.

Saat itu Sukarno memilih Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sebagai ibu kota negara, lantaran Palangkaraya berada di tengah kepulauan Indonesia dan wilayahnya luas.

Sukarno juga ingin menunjukkan kepada dunia, Indonesia mampu membangun ibu kota negara yang modern.

Sayangnya ide Sukarno tidak pernah terwujud. Sebaliknya, Presiden Sukarno menetapkan Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia lewat UU Nomor 10 tahun 1964 tanggal 22 Juni 1964.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tahun1990-an, juga pernah menggulirkan wacana pemindahan ibu kota negara ke Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Alasan SBY,  karena Jakarta selalu dilanda kemacetan dan banjir.

Pemindahan ibu kota negara, baru serius digarap Presiden Joko Widodo. Pada tanggal 29 April 2019, Jokowi memutuskan memindahkan ibu kota negara keluar pulau Jawa.

Hingga akhirnya dipilihlah kawasan Paser Penajam, Kalimantan Timur. Ibu kota negara baru diberi Nusantara.

Jokowi melontarkan 3 alasan utama memindahkan Jakarta ke Kaltim, yaitu:

1. Transformasi ekonomi

Tahun 2036, diperkirakan Indonesia akan keluar dari middle income trap. Middle income trap adalah suatu keadaan ketika negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan itu untuk menjadi negara maju.

Oleh sebab itu dibutuhkan transformasi ekonomi untuk mencapai Visi Indonesia 2045. Transformasi ekonomi membutuhkan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dapat mendukung dan mendorong transformasi ekonomi tersebut.

2. IKN akan jadi pusat gravitasi ekonomi

IKN ditargetkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata termasuk di Kawasan Timur Indonesia.

Selama ini, Jakarta dan sekitarnya terkenal dengan pusat segalanya (pemerintahan, politik, industri, perdagangan, investasi, teknologi, budaya dan lain-lain).

Tidak mengherankan jika perputaran uang di Jakarta mencapai 70 persen, padahal luasnya  hanya 664,01 km² atau 0.003 persen dari total luas daratan Indonesia seluas 1.919.440 km².

Sementara jumlah penduduknya 10,56 juta jiwa atau 3,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia 270,20 juta jiwa (data tahun 2020). Kondisi ini menyebabkan ketidakmerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia.

3. Jakarta tak cocok lagi jadi ibu kota negara

Kondisi objektif Jakarta sudah tidak cocok lagi sebagai ibu kota negara. Ini bisa dilihat dari “beban” yang harus ditanggung Jakarta antara lain:

  • Kepadatan penduduk
  • Kemacetan Jakarta
  • Permasalahan lingkungan dan geologi, seperti banjir dan penurunan tanah.

Meski yakin telah memiliki alasan kuat, pemerintah mengakui pemindahan Jakarta ke Nusantara akan membawa pro dan kontra. Hingga kini suara miring berupa kritikan terus mengiringi pembangunan Nusantara yang direncanakan mulai ditempati 2024 mendatang.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button