News

Jadikan Contoh Kasus Budi Gunawan, ICW Minta KY Awasi Praperadilan Firli dan Eddy


Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) gelar sidang perdana permohonan gugatan praperadilan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri dan Eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej, Senin (11/12/2023).

Keduanya tak terima ditetapkan sebagai tersangka rasuah, Filri melawan pihak kepolisian dan Eddy melawan KPK.

“Berdasarkan informasi dari laman SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 11 Desember 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan mulai menyidangkan permohonan praperadilan Firli Bahuri (Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Non Aktif) dan Eddy OS Hiariej (mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM),” kata Peneliti Indonesia Corruption Watch(ICW), Kurnia Ramadhana melalui keterangannya, Senin (11/12/2023).

Kurnia mendesak lembaga pengawas kode etik hakim, Komisi Yudisial (KY) mengirim tim memantau proses sidang praperadilan kedua orang tersebut. Ia khawatir ada intervensi dalam putusan hakim nantinya.

“Selain memastikan bukti yang dihadirkan bisa membantah argumentasi tersangka, penting pula untuk mengawasi proses persidangan agar berjalan mandiri atau bebas dari intervensi pihak manapun,” ujar Kurnia menjelaskan

Menurut Kurnia, melalui permohonan praperadilan merupakan jalan pintas para tersangka untuk terbebas dari jerat hukum. Apalagi, proses persidangan cepat ditambah adanya perluasan objek praperadilan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 membuat gerombolan koruptor silih berganti menguji keabsahan proses hukumnya.

“Tak jarang, proses persidangan dinilai banyak pihak ganjil dan putusannya pun akhirnya mengabulkan permohonan para tersangka,” ucap Kurnia.

Kurnia pun memaparkan sejumlah putusan praperadilan yang ganjil, contohnya keganjilan putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan tahun 2015 lalu. Kala itu, hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Sarpin, melakukan akrobat hukum dengan memaksakan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Bukan cuma itu, Sarpin juga bermanuver melalui putusannya dengan mengatakan Budi bukan merupakan aparat penegak hukum.

Selain Budi, kejanggalan proses persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan juga tampak dalam permohonan tahap I mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Bagaimana tidak, hakim Cepi Iskandar saat itu sempat menolak unjuk bukti yang disodorkan oleh Biro Hukum KPK. Bahkan, pertanyaan yang diajukan Cepi melebar dengan mempersoalkan status kelembagaan KPK, Ad-Hoc atau permanen.

“Keganjilan ini bukan tidak mungkin akan kelihatan kembali dalam persidangan praperadilan Firli dan Eddy. Apalagi, PN Jakarta Selatan dikenal banyak mengabulkan permohonan tersangka korupsi. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch, dari rentang waktu 2015-2021 setidaknya terdapat 9 Tersangka yang dikabulkan permohonannya oleh hakim tunggal di PN Jakarta Selatan,” tandas Kurnia.

Diketahui, Firli ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian diduga melakukan pemerasaan hingga penerimaan gratifikasi kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait penanganan kasus berbau rasuah di Kementan, Rabu (22/11) malam bulan lalu.

Sedangkan, Eddy resmi ditetapkan tersangka oleh KPK karena menerima suap dan gratifikasi dari mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM) sebesar Rp 8 miliar. Ia resmi ditetapkan tersangka, Kamis (7/12/2023) pekan lalu.
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button