Hangout

Jakarta Bernafas dalam Polusi, Butuh Solusi Nyata dari Pemerintah

Meskipun penularan wabah COVID-19 sudah mereda, langit Jakarta tetap saja terlihat berkabut. Tidak hanya mengganggu pemandangan, tetapi juga pernapasan. “Saya pakai masker untuk menangkal polusi udara,” kata Bejo, 24, karyawan swasta yang tinggal di Jakarta Selatan. Data terkini pada Rabu (30/8/2023) pagi dari situs IQAir menunjukkan bahwa indeks kualitas udara di Jakarta mencapai angka 187, yang berarti “tidak sehat.”

Menurut Wakil Ketua Komisi Energi DPR, Eddy Soeparno, masalah polusi udara di Jakarta adalah gabungan dari berbagai faktor. “Maka permasalahannya harus diselesaikan bersama-sama,” ujar Eddy, Selasa (29/8/2023). Kerugian ekonomi akibat polusi ini diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah jika tidak ditangani, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga, turut menegaskan bahwa polusi udara di Jakarta bukan semata-mata akibat kendaraan pribadi. “Solusi isu lingkungan itu perlu perencanaan jangka panjang yang matang. Solusi cepat hanya akan bertahan sementara dan tidak menyelesaikan akar permasalahannya,” katanya.

Presiden Joko Widodo telah membahas permasalahan ini dalam rapat terbatas dan meminta kementeriannya untuk menegakkan hukum terhadap sumber pencemaran. Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, juga mendukung kebijakan ini dengan berbagai inisiatif, termasuk transisi menuju kendaraan listrik.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan tim kementeriannya telah mengecek sekitar 351 entitas usaha, termasuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Hasilnya, teridentifikasi 161 sumber pencemaran yang kemudian diperiksa di enam stasiun pemantauan kualitas udara.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menemukan beberapa entitas yang emisi gas buangnya konsisten tidak sehat. Mereka, antara lain, tersebar di Bantar Gebang, Kota Bekasi, sebanyak 120 entitas; di Lubang Buaya 10 entitas; di Tangerang 7 entitas; di Tangerang Selatan 15 entitas; dan di Bogor 10 entitas. Setelah penindakan itu, Kementerian masih akan meneruskan langkah pengawasan dan pengenaan sanksi tersebut. “(Dilakukan) kira-kira 4-5 minggu ke depan untuk sebanyak yang tadi saya laporkan,” ujar Siti.

Namun, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, menilai upaya pemerintah belum menyentuh akar masalah. “Ini semua adalah solusi semu, solusi palsu, yang tidak akan berdampak banyak pada penurunan polusi udara,” ujar Yusuf. Ia menyarankan solusi fundamental, seperti pensiun dini PLTU berbasis batu bara dan beralih ke energi terbarukan.

Dalam dua bulan terakhir, Jakarta sempat menempati urutan pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia versi data dari situs IQAir. Dari situs tersebut, diketahui bahwa indeks kualitas udara di Jakarta berada pada level 124 AQI US dengan polutan utama udara di Jakarta adalah PM 2.5 dengan konsentrasi 45 ug/m. Padahal paparan PM 2.5 dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit, bukan hanya kepada masyarakat secara umum, tapi juga masyarakat secara khusus yang rentan terhadap polusi udara.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button