Market

Jokowi Didesak Nonaktifkan Sri Mulyani, Dirjen Pajak dan Bea Cukai

Lembaga kajian dan penelitian Political Economy and Policy Studies (PEPS) mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menonaktifkan sementara Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan (Menkeu). Begitu juga dengan Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Dirjen Bea Cukai Askolani.

Desakan tersebut, menurut Anthony Budiawan, Managing Director PEPS untuk mempercepat proses pengungkapan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp349 triliun sebagaimana diungkap Menko Polhukam Mahfud MD di Komisi III DPR akhir pekan lalu.

“Harusnya Sri Mulyani (Menkeu) dinonaktifkan dulu untuk mempermudah pengusutan kasus dugaan TPPU Rp349 tiliun tersebut,” kata Anthony di Jakarta, Selasa (4/3/2023).

Lebih jauh Anthony menjelaskan, terkait surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagaimana diungkap Mahfud MD yang tidak sampai ke tangan Sri Mulyani adalah reaksi fakta yang harus dihadapi.

Namun, dia menggarisbawahi, fakta itu tidak diketahui apakah itu bohong atau tidak. “Mereka juga mengatakan bahwa eselon satunya enggak ada kan. Mana ini enggak ada tanda terimanya, oh iya nanti kita cek dulu, tapi apakah itu benar kita enggak ada yang tahu,” tutur Anthony menirukan ucapan Mahfud MD di Komisi III DPR RI.

Di atas semua itu, Anthony melihat gelagat yang tidak beres terkait megaskandal ini. “Semua elit bungkam, Indonesia darurat korupsi dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang),” ucapnya tandas.

Padahal, sambung Anthony, tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan luar biasa. “Sejauh ini, Indonesia dianggap surga pencucian uang kotor. Mungkin karena penegakan hukum dan iklim politik sangat lemah, karena sudah dikuasai para mafia,” tukasnya.

Buktinya, kata dia, laporan PPATK sejak 2009 sampai 2023 tidak dianggap. “Semua pihak terdiam. Presiden, DPR, Aparat Penegak Hukum (APH) dan kementerian keuangan tidak terdengar suaranya,” ucapnya.

Padahal, PPATK secara berkala, setiap enam bulan, wajib menyampaikan laporan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Ini sesuai perintah pasal 47 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Laporan PPATK juga disampaikan kepada kementerian keuangan dan Aparat Penegak Hukum (APH). “Total ada 300 laporan. 200 untuk kementerian keuangan dan 100 untuk APH: KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian. Semua laporan PPATK tersebut nampaknya terpendam. Tidak ada tindak lanjut yang berarti,” pungkas Anthony tandas.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button