Kanal

Menaruh Harap Ke MK Tak Sekedar Kalkulasi Angka


Bukti MK bukan sekadar “Mahkamah Kalkulator”, adalah terdapatnya istilah TSM yang memiliki arti terstruktur, sistematis, dan masif dalam sistem hukum nasional

Mahkamah Konstitusi (MK) kerap disindir sebagai Mahkamah Kalkulator tiap kali menyidangkan hasil pemilihan umum, utamanya saat pemilihan presiden (pilpres). Istilah ini pertama kali terucap dari mulut Maqdir Ismail saat menjadi kuasa hukum pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ketika gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres 2014. 

Istilah ini dilontarkan Maqdir berkaca dari terbatasnya kewenangan MK dalam mengungkap dugaan kecurangan pelaksanaan pilpres saat itu. 

“Banyak kecurangan yang terjadi di pilpres. Itu kan hanya typo error. MK bisa melihat lebih dari itu, jangan degradasi tugas MK hanya jadi kalkulator KPU,” ucap Maqdir, 27 Juli 2014.

Istilah yang kemudian terbawa di Pemilu 2019 hingga sidang gugatan Pilpres 2024 di MK saat ini. 

Mantan Ketua MK yang kini menjadi cawapres Ganjar Pranowo, Mahfud Md saat mengutarakan pandangannya di persidangan sengketa pilpres, Rabu 27 Maret 2024, mengatakan bahwa sejak 2008, sejatinya MK tidak lagi hanya berwenang mengadili hasil selisih suara pemilu. 

Salah satu bukti MK bukan sekadar “Mahkamah Kalkulator”, adalah terdapatnya istilah TSM yang memiliki arti terstruktur, sistematis, dan masif dalam sistem hukum nasional.

Sidang sengketa pilpres
Pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud Md bersalaman dengan para pimpinan Tim Pembela Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra dan Otto Hasibuan di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024). (Foto: Inilah.com/Vonita).

TSM ini yang kemudian mendasari MK, membatalkan dan meminta pelaksanaan ulang Pilkada Jawa Timur antara Khofifah Indar Parawansa dan Soekarwo alias Pakde Karwo. Vonis yang juga  berlaku pada pelaksanaan pilkada Bengkulu Selatan dan Waringin Barat. 

Pada pandangannya itu, Mahfud juga mengutip pernyataan Yusril Ihza Mahendra saat bertindak sebagai ahli yang dihadirkan tim hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada hasil sengketa Pilpres 2014. 

Memakai istilah “Mahaguru Hukum Tata Negara” kepada Yusril, Mahfud mengulangi ucapan Ketum PBB itu, bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK.

Meski tidak membantah pernah mengucapkan hal itu, namun Yusril yang kini duduk sebagai Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menilai pendapatnya sudah berubah seiring UU Nomor 7 Tahun 2017 berlaku. UU itu, telah mengatur pembagian kewenangan peradilan hukum kepemiluan, hal yang tidak diatur saat Pilpres 2014.

MK Tak Sekedar Mengadili Angka

Melihat perdebatan di ruang sidang, lantas masihkah ada harapan kalau hasilnya nanti tidak cuma mengadili angka?

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Profesor Muhammad Fauzan, ketika berbincang dengan Inilah.com, berpendapat kehadiran empat menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo pada Jumat (5/4) lalu, menunjukkan MK tidak ingin sekadar menilai selisih angka.

Empat menteri yang dihadirkan yakni, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; Menteri Keuangan Sri Mulyani; dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Empat Menteri Sidang MK
Menko PMK Muhadjir Effendy (kanan), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri), Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) berfoto bersama usai mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). (Foto:Antara)

Menurutnya, dengan kehadiran para Menteri itu jajaran hakim MK saat ini sedang ingin memperjelas dalil-dalil yang diajukan dari tim kuasa hukum Anies-Muhaimin dan Ganjar Mahfud.

“Dengan menghadirkan empat orang menteri itu, saya berpendapat merupakan satu terobosan dari Makamah Konstitusi,” ujar Fauzan.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro ketika diajukan pertanyaan yang sama, menilai ada hal mendasar yang membuat MK tidak cuma mengadili hasil selisih suara.

Pertama yakni pada ketentuan Pasal 53 ayat (2) Peraturan MK 4/2023, dimana disebutkan secara eksplisit bahwa dalam hal dipandang perlu, MK dapat menambahkan amar selain yang ditentukan. 

Artinya, menurut Castro, MK tidak hanya dikunci untuk memutus permohonan mengenai hasil perolehan suara, tapi juga di luar itu. Salah satunya dugaan kecurangan yang di dalilkan para pemohon.

Kedua, dengan melanjutkan persidangan, termasuk memanggil para menteri dan ketua DKPP untuk bersaksi, menurutnya, sudah menegaskan jika MK tidak semata-mata memeriksa angka-angka perolehan suara, tapi juga memeriksa dalil-dalil para pemohon berkenaan dengan dugaan kecurangan. 

“Jadi MK tidak hanya berkutat pada hal yang bersifat prosedural, namun juga menjadi tempat untuk memastikan keadilan pemilu pada level substantif,” kata Castro kepada Inilah.com.

Sidang MK
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kedua kanan) didampingi anggota Majelis Hakim MK Saldi Isra (kedua kiri), Arief Hidayat (kanan), dan Enny Nurbaningsih (kiri) memimpin sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. (Foto:Antara/Aprillio Akbar/Spt).

Namun yang menjadi catatan lain dari Castro yakni, keputusan MK nantinya bersifat final and binding, bermakna bahwa putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang tidak ada ruang hukum untuk mengujinya lagi.

Artinya, tidak ada upaya hukum lain, termasuk memaksa untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang kini dilayangkan tim hukum Anies dan Ganjar. Sebab menurut dia, persoalan pilpres sudah daluarsa, lewat 90 hari sejak SK KPU di bulan Oktober.

Dengan begitu, lantas apakah tim hukum Anies dan Ganjar sudah cukup mampu meyakini hakim MK dengan dalil-dalil yang diajukan selama gugatan pilpres sehingga MK tidak hanya mengadili angka?

“Kita tunggu saja putusan oleh Hakim, pendapat-pendapat saling berbeda-beda antar para pihak dengan menghadirkan bukti-bukti keahlian dan kesaksian dengan sudut pandang masing-masing kan sudah dikemukakan dengan  saling bertentangan satu sama lain secara terbuka. Kita percayakan saja pada para hakim, tidak perlu mendahului,” ujar Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie ketika ditanyakan pendapatnya soal pembuktian para tergugat, kepada Inilah.com.

(Nebby/Rizki)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button