Market

Miliki Banyak Sumber Daya, Indef: Dampak Greenflation Tak Sekuat di Prancis


Kekhawatiran tentang greenflation atau inflasi hijau yang diungkapkan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakambuming Raka tidak akan seekstrem yang terjadi di Prancis pada masa transisi energi dari fosil ke energi ramah lingkungan.

Menurut peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dhenny Yuartha, Indonesia memiliki banyak sumber daya yang dibutuhkan dalam energi hijau, seperti kelapa sawit, tebu lainnya. Sebab cadangan mineral Indonesia dapat untuk mendukung industri kendaraan listrik maupun listrik ramah ramah lingkungan, seperti nikel dan lithium.

Jadi di Indonesia, greenflation akan muncul dari pemanfaatan pangan menjadi untuk bahan baku energi ramah lingkungan. Demikian juga untuk komponen-komponen teknologi seperti solar pannel,  masih impor untuk teknologi tersebut. Tapi kalau melihat target pemeritah sebenarnya tidak ambisius untuk transisi energi ini. Jadi untuk greenflation belum menjadi isu (serius),” kata Dhenny menjelaskan dalam diskusi Indef terhadap debat keempat cawapres secara daring, Senin (22/1/2024).

Diskusi tersebut salah satunya menanggapi isu greenflation yang dilontarkan Gibran, ketika membahas dampak ekonomi hijau. Wali Kota Surakarta itu menanyakan dampak inflasi hijau kepada Cawapres Mahfud seperti yang terjadi di Prancis.

Dhenny menjelaskan inflasi hijau akan terjadi dalam proses transisi dari energi fosil ke energi hijau. Sebab melakukan pergantian dari beberapa teknologi berasis BBM untuk teknologi yang ramah lingkungan.

“Jadi pada awal transisi maka membutuhkan dana yang sangat besar. Demikian juga dengan energi listrik ketika komponennya belum ada, maka terpaksa impor. Ketika permintaan tinggi terhadap komponen listrik hijau tetapi pasokan di pasar dunia terbatas maka ini yang menimbulkan biaya besar. Jadi kenaikan biaya dibebankan ke konsumen,” ucap Dhenny memaparkan.

Kalau di Prancis sempat muncul kelompok rompi kuning terjadi karena Prancis tidak memiliki banyak sumber daya untuk untuk mendukung energi hijau. Akibatnya memerlukan anggaran yang tinggi. Dampak ke masyarakat akan merasakan dengan kebijakan energi hijau menaikkan harga barang-barang.

Harganya sangat fluktuatif sekali ketika mengganti minyak dan batu bara di negara maju. Apalagi kondisi cuaca mereka menyulitkan untuk transisi lebih cepat. Dampaknya menjadi lebih tinggi. Jadi kasusnya berbeda dengan Indonesia.

Jadi greeninflation untuk terjadi pada masa transisi energi dari energi fosil yang biasa kita gunakan. Jadi kalau kita gunakan kendaraan listrik secara total menggantikan mobil dengan BBM maka inflasinya akan muncul di situ,” ucap Dhenny.

Apalagi seandainya potensi greenflation terjadi di Indonesia yang dialami masyarakat bawah maka akan diimbangi dengan subsidi. “Saya rasa kebijakan menghilangkan subsidi BBM bukan kebijakan yang populis di Indonesia,” katanya mengingatkan. 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button