Hangout

P2G: Program Guru Penggerak dalam Merdeka Belajar Kurang Efektif

Momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas yang jatuh pada tanggal 2 Mei, Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim, mengkritik sistem tata kelola guru, termasuk kebijakan Merdeka Belajar.

Dalam upaya meningkatkan kompetensi guru, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menghadirkan program Guru Penggerak melalui Merdeka Belajar, yang diajukan sebagai syarat utama mencalonkan diri sebagai kepala sekolah.

“Kami P2G sering mendapat laporan bahwa guru yang menjadi Guru Penggerak dan fasilitator sebagai pelatih dan assessor, banyak di antara mereka yang harus keluar kelas. Program Guru Penggerak ini seharusnya berpihak pada anak, tetapi justru meninggalkan anak di kelas karena gurunya menjadi pengajar praktik dan Guru Penggerak. Guru tidak memenuhi kebutuhannya untuk mengajar,” jelas Satriawan dalam webinar ‘Hari Pendidikan Nasional 2023: Wajah Pendidikan Kini: Filosofi, Orientasi, Kebijakan dan Praktik’ di Jakarta, Senin (1/5/2023).

Menurut Satriawan, program ini justru banyak menyita waktu guru sehingga tidak fokus dalam memberikan pembelajaran pada anak. Seharusnya, program Merdeka Belajar diharapkan menjadi angin segar bagi para guru, bukan sebaliknya.

“Kita harapkan Merdeka Belajar menjadi angin segar, merdeka dari beban administrasi yang selama ini guru alami. Namun, kenyataannya hanya berpindah saja; kalau dulu administrasi, sekarang menjadi aplikasi,” terangnya.

Satriawan menjelaskan bahwa dalam program Merdeka Belajar, para guru harus absen setiap minggu melalui Dinas Pendidikan dan mengisi platform aplikasi Merdeka Belajar. Platform ini dianggap memiliki banyak input yang harus diisi dan dibagikan oleh guru. Di sisi lain, masih ada daerah tertentu yang mengalami kesulitan akses internet dan belum memiliki perangkat pintar.

“Hanya berpindah saja; kalau dulu administrasi, sekarang jadi aplikasi,” tegas Satriawan.

Program Merdeka Belajar sebelumnya diyakini menjadi terobosan dalam transformasi pendidikan. Tujuannya untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.

Namun, sejak diluncurkan pada 2019, program Merdeka Belajar terus menuai polemik, mulai dari proses penyusunannya yang dinilai kurang melibatkan para pemangku kepentingan pendidikan hingga pelaksanaannya yang dinilai bias kelas.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button