Hangout

Pemerintah Jamin Peserta PBI Nonaktif Dibiayai Ketika Terinfeksi COVID-19, BPJS Watch: Dasar Hukumnya Mana?

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menuntut adanya revisi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus, Acquired Immuno-Deficiency Syndrome, dan Inkubasi lantaran tidak menyebutkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menjamin peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tiba-tiba dinonaktifkan.

Menurutnya, dalam Permenkes tersebut hanya menyebutkan bahwa sebelum tanggal 31 Agustus 2023, pasien yang terinfeksi COVID-19 masih akan dijamin oleh JKN atau asuransi lainnya.

“Kalau sekarang dia dinonaktifkan, dia kena COVID-19 siapa yang bayar? Karena JKN tidak bisa membantu karena dia nonaktif,” kata Timboel saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Timboel lantas menyoroti tindakan Kepala Biro Hukum Kemenkes Indah Febrianti yang menyebutkan bahwa peserta PBI tersebut masih akan ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenkes. Ia menegaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, Permenkes tidak sama sekali menyebutkan bahwa peserta PBI yang tiba-tiba dinonkatifkan akan ditanggung oleh pihaknya.

“Itulah yang membuat kekacauan nanti ke depan karena harusnya kalau pemerintah apa namanya komit membantu yang nonaktif ini tetap dijamin pemerintah buat di Permenkes Nomor 23 Tahun 2023 tersebut,” jelasnya.

Tindakan pemerintah ini lantar, menurut Timboel, dapat menyebabkan ketidakpastian bagi pihak rumah sakit yang menangani pasien tersebut karena tidak adanya jaminan, yaitu peraturan pemerintah secara tertulis dan resmi. Ia lantas menegaskan bahwa jika pemerintah hanya mengeluarkan pernyataan tersebut, maka akan sulit bagi beberapa pihak untuk mengonfirmasi kepastian biaya yang ditanggung baik oleh APBN maupun APBD.

“Ucapan pemerintah bukan dasar hukum. Tidak bisa menjamin nanti kan akan terjadi persoalan di lapangan adalah orang miskin, misalnya ya dinonaktifkan, karena enggak dijamin JKN kan karena nonaktif,” ujarnya.

Untuk itu, ia menuntut pemerintah, khususnya Kemenkes, agar segera merevisi aturan tersebut mengingat infeksi COVID-19 masih bisa terjadi kapan saja tanpa menunggu hingga tangggal 31 Agustus seperti yang telah ditetapkan dalam aturan tersebut.

Langkah ini juga dinilai menjadi solusi perpecahan masalah baik bagi pihak rumah sakit atau pasien karena adanya jaminan yang tertulis, jelas dan konkrit.

“Saya memang mendorong ya tetap dijamin pemerintah pusat atau daerah, tapi disebut dalam Permenkes 23 tahun 2023 tersebut sehingga ada kepastian bagi rumah sakit yang melayani ataupun merawat pasien miskin yang kena COVID,” ucapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button