Kanal

Penerimaan dan Penghormatan PM Anwar Ibrahim untuk UAS

Sebenarnya yang ingin saya sampaikan kali ini adalah satu kenyataan yang mungkin tidak banyak orang sadari. Bahwa penerimaan Perdana Menteri Malaysia dan warga Malaysia yang luar biasa itu merupakan tamparan, minimal pembuka mata (eye opener) bagi beberapa kalangan. Saya biasa terganggu, bahkan marah dan kecewa, ketika ada ustadz yang apa adanya, mengatakan yang benar sebagai benar dan yang salah sebagai salah, lalu diposisikan pada posisi yang seolah membahayakan, bahkan musuh negara.

Oleh     : Shamsi Ali*

Saya tidak ragu sama sekali bahwa posisi hati dan karakter kepribadian UAS akan bergeser hanya karena penerimaan, pelayanan dan penghormatan yang diberikan kepadanya oleh negeri jiran, Malaysia, baru-baru ini.

Konon kabarnya difasilitasi dengan kendaraan kerajaan, private jet, hingga ke helikopter yang biasa dipakai oleh PM Malaysia berkeliling negara-negara bagian di negeri itu.

Tapi mungkin yang lebih terpenting dari semua itu adalah penerimaan langsung dan pemuliaan yang diberikan oleh Yang Mulia Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Beliau, sebagaimana pernah menerima ulama-ulama besar dari Mesir dan Yaman, juga menerima langsung seorang ulama dan dai kondang dari negeri jiran, negeri yang dikenal sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia, Indonesia.

Ustadz Abdul Somad kita kenal saat ini tidak saja memiliki kredensial keagamaan seperti ustadz, kyai, syeikh, dan lain-lain. Tapi juga memiliki kredensial akademik yang sempurna. Beliau adalah seorang guru besar atau professor dan doktor dalam bidang ilmu-ilmu agama. Artinya Ustadz Abdul Somad yang biasa disapa UAS itu tidak diragukan lagi kedalaman agama dan tingkatan keilmuannya.

Tapi yang lebih dari semua itu adalah penerimaan masyarakat Malaysia yang luar biasa untuk beliau. Di mana-mana beliau memberikan tausiah, jamaah atau masyarakat pasti membludak dan kadang rela menunggu berjam-jam. Dengan semua itu beliau, seperti yang saya sampaikan di awal, tidak akan terpengaruh, jiwa dan hatinya tetap jiwa dan hati UAS yang kita kenal. Beliau seorang hamba Allah yang tawadhu’, rendah hati, down to earth.

Sebenarnya yang ingin saya sampaikan kali ini adalah satu kenyataan yang mungkin tidak banyak orang sadari. Bahwa penerimaan Perdana Menteri Malaysia dan warga Malaysia yang luar biasa itu merupakan tamparan, minimal pembuka mata (eye opener) bagi beberapa kalangan.

Satu, kepada sebuah negara jiran yang mengaku demokrasi, menjunjung pluralitas, menghormati kebebasan beragama, dan sebakul lagi pengakuan. Tapi negara itu justru pernah mendeportasi Ustadz Abdul Somad, saat yang bersangkutan hanya ingin berlibur bersama keluarganya di negeri itu. Saya melihat penerimaan dan pemuliaan PM Anwar Ibrahim kepada UAS adalah cara beliau menampar negeri jiran Malaysia yang cukup angkuh itu.

Dua, kepada negeri jiran lainnya, minimal kepada segmen masyarakat tertentu, yang masih terus nyinyir dan memberikan label-label yang dipaksakan kepada Ustadz Abdul Somad. Negeri ini adalah negeri yang tetap saya cintai dan banggakan, Indonesia. Saya biasa terganggu, bahkan marah dan kecewa, ketika ada ustadz yang apa adanya, mengatakan yang benar sebagai benar dan yang salah sebagai salah, lalu diposisikan pada posisi yang seolah membahayakan bahkan musuh negara. Padahal saya tahu betul betapa para ustadz yang jujur dan apa adanya itu sangat cinta dan loyal kepada bangsa dan negaranya. Kapan perilaku nyinyir dan anti-kejujuran ini akan berakhir?

Untuk negeri tercinta Indonesia, sesungguhnya ini sekaligus mengingatkan bahwa sebagai negara dengan penduduk terbesar Muslim dunia. Negara di mana Islam menjadi instrumen mendasar bagi nadi kehidupannya. Dari perjuangan kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, hingga mengisi kemerdekaan. Pada semua itu Islam hadir menjadi ‘mesin’  penggerak semangat bangsa. Apakah para ulama di negeri ini mendapat penghormatan dan pemuliaan yang sama? Kalau saja UAS mendapat penghormatan dan pemuliaan yang demikian tinggi di Malaysia, apakah Indonesia punya semangat yang sama?

Tiga, kepada dunia yang berwajah ganda (double standard) dan penuh kemunafikan dalam menyikapi banyak masalah dalam kehidupan. Saya tahu betul bahwa UAS pernah ditolak masuk Eropa (dari bandara Belanda). Pernah juga ditolak masuk Hong Kong. Bahkan sempat juga ditolak masuk Timor Leste ketika itu. Yang menyedihkan bahkan beliau pernah ditolak di Bali dan di Semarang, dan beberapa tempat lainnya. Anwar Ibrahim ingin menyampaikan bahwa Anda semua salah. UAS buka sekedar orang baik. Beliau aset dunia dan kemanusiaan yang diperlukan dan harus dihormati. Di saat Eropa ingin menghancurkan nilai-nilai moralitas dan nilai keluarga, ada UAS yang berani menyuarakan bahaya LGBT. Eropa pun marah. Semoga saja Indonesia tidak ikut-ikutan marah karena ketegasan UAS menentang virus dan racun kehidupan dan keluarga itu.

Saya hanya ingin mengingatkan bahwa penerimaan dan penghormatan yang diberikan oleh PM Anwar Ibrahim dan masyarakat Malaysia kepada UAS lebih dari sekadar penerimaan. Ada pelajaran penting yang ingin beliau sampaikan kepada dunia, khususnya kepada negara-negara jiran.

Apalagi dalam konteks pluralitas kemasyarakatan Anwar Ibrahim oleh lawan-lawan politiknya, termasuk Mahathir Muhammad, dianggap terlalu memberi ruang kepada non Malay dan non Muslim di Malaysia. Beliau (Anwar Ibrahim) sebagai tamatan universitas di Barat (Columbia University NY) berpendapat bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama sesuai jaminan Konstitusi. Dengan penerimaan yang mulia dan terhormat kepada UAS (dan ulama lainnya) beliau ingin mengatakan: “komitmenmu kepada agamamu tidak mengurangi karakter pluralitas dan toleranmu kepada umat lain di sekitarmu. Dan toleransi tidak harus diartikan mengorbankan kepentingan dan dirimu sendiri”.

Bravo PM Anwar Ibrahim dan Mabruk untuk UAS! [  ]

Manhattan City, 20 Juli 2023

*Murid & pengagum UAS

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button