Market

Pengusaha Ritel dan Industri Kembang-kempis Diterpa Isu Boikot

Gara-gara isu boikot produk terkait Israel, omzet pengusaha ritel anjlok hingga 50 persen. Konsumsi masyarakat terhadap produk yang masuk daftar boikot, turun drastis.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan, jika aksi boikot berjalan panjang, dampaknya kepada penurunan penjualan ritel hingga 50 persen.

Kata dia, tak hanya pengusaha ritel, industri yang memroduksi produk yang masuk daftar boikot, kena pulutnya juga. Produknya kurang laku yang berdampak kepada keuangan perusahaan. “Kalau tergerus suppliernya, investasi bisa kandas, pertumbuhan tidak bisa terjadi, hingga pengurangan tenaga kerja atau PHK,” kata Roy, Jakarta, dikutip Kamis (16/11/2023).

Meski demikian, kata Roy, posisi masyarakat sebagai konsumen adalah raja. Mereka memiliki hak ‘prerogatif’ untuk membeli barang sesuai keinginan atau kebutuhannya. “Memilih atau membeli barang sepenuhnya menjadi hak konsumen, hak masyarakat dan itu dilindungi” kata Roy.

Dengan adanya boikot terhadap produk yang diduga berafiliasi dengan Israel, kata dia, maka masyarakat harus mencari produk pengganti. Padahal, belum tentu konsumen cocok dengan produk lain yang digunakan sebagai subsitusi.

“Konsumen yang jadi perhatian. Konsumen itu memilih membeli dan mendapatkan produk, namun kalau tidak tercapai bagaimana, kalau digantikan apakah cocok atau tidak,” ujarnya.

Saat ini, kata Roy, pemerintah perlu segera mengambil tindakan mengenai hal ini. Ingat, kontribusi konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri, cukup signifikan.

“Pemerintah harus hadir dalam membaca situasi dan kondisi. Artinya perlu ada langkah-langkah adaptif dari pemerintah dalam membaca situasi saat ini,” jelasnya.

Kata dia, aksi boikot yang berkepanjangan, akan berdampak buruk bagi iklim usaha dan investasi di Indonesia. Baik sektor hulu maupun hilir.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button