News

PP Muhammadiyah: Capres-Cawapres Harus Buka Lagi Lembaran Konstitusi dan Sejarah 

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyoroti bakal calon presiden maupun calon wakil presiden yang akan maju pada Pemilu 2024. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menekankan, capres dan cawapres harus memahami konstitusi dan sejarah bangsa.

Menurut Haedar, capres dan cawapres harus secara kolektif membuka lagi lembaran konstitusi negara dan sejarah bangsa agar betul-betul paham.

“Bahwa bahtera Indonesia ini bukan hanya soal kemenangan politik, bukan hanya soal demokratisasi, tetapi nilai-nilai, cita-cita kebangsaan yang diletakkan para pendiri bangsa,” ujar Haedar kepada wartawan di Yogyakarta, dikutip Kamis (17/11/2022).

Haedar menyebut Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Solo, Jawa Tengah, pada 18-20 November 2022, secara khusus akan menyoroti perihal Pemilu 2024 karena bagi Muhammadiyah hajatan pemilu bukan sekadar kontestasi politik, melainkan proses transformasi kebangsaan.

Dia menuturkan, Muhammadiyah akan mengajak para calon presiden dan calon wakil presiden untuk memahami sejarah serta fondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kalau tidak, nanti akan terjadi dislokasi politik. Mereka yang ingin meraih kekuasaan lupa fondasi kita sebagai bangsa,” kata Haedar.

Selain itu, tambah Haedar, capres dan cawapres juga perlu memahami serta mempraktikkan sila keempat Pancasila karena demokrasi, pemilu, serta kontestasi politik, baik yang menang maupun kalah harus berpolitik dengan berbasis pada kerakyatan serta bijaksana dalam bermusyawarah.

“Setelah (capres) menang kan harus bermusyawarah, bukan hanya soal bagi-bagi kekuasaan, tapi Indonesia nanti mau dibawa ke mana?” katanya.

Haedar meyakini bahwa seluruh capres, cawapres, maupun calon anggota legislatif memiliki itikad serta visi yang baik dalam mengikuti kontestasi politik pada 2024.

“Kami percaya dari ribuan calon anggota DPR dan mungkin sejumlah calon presiden dan calon wakil presiden, mereka kan punya itikad baik, mereka punya visi yang baik. Akan tetapi yang diperlukan adalah penyamaan dalam konteks keindonesiaan yang lebih besar,” terang Haedar.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button