News

RUU Kesehatan Tuai Polemik, Kemenkes Beberkan Ketentuan Restorative Justice bagi Nakes

Meski diiringi polemik, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terus berlanjut di DPR RI. Bahkan, pemerintah dan DPR sepakat membawa RUU ini ke tahap lanjutan tingkat II dalam rapat paripurna.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri mengungkapkan, salah satu poin yang diatur dalam RUU Kesehatan menyangkut restorative justice atau keadilan restoratif bagi tenaga medis atau tenaga kesehatan (nakes) yang berhadapan dengan persoalan hukum.

“Dalam kebijakan pemidanaan ada mekanisme restorative justice yang mengedepankan mediasi,” kata Kepala Biro Hukum Kemenkes Indah Febrianti dalam dialog Kemen-Cast secara daring, Rabu (28/6/2023).

Dia menjelaskan, mekanisme mediasi dilakukan dengan melibatkan pihak terkait melalui peran mediator untuk dicarikan solusi atas masalah yang timbul. Tahapan mediasi bertujuan untuk proses penyelesaian perselisihan yang terjadi untuk dibawa ke ranah perdamaian.

“Jadi sebenarnya tidak mengupayakan menghukum pelaku, jadi lebih pada memulihkan dari akibat yang ditimbulkan,” katanya.

Menurut Indah, perlindungan hukum terhadap tenaga medis dan kesehatan sebenarnya sudah tercantum di Pasal 57 UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

“UU Praktik Kedokteran, Kebidanan, itu juga sebenarnya kata-kata hak perlindungan hukum sudah ada,” katanya.

Namun, karena RUU Kesehatan bersifat Omnibus Law, sangat tidak mungkin aturan yang sudah ada itu ditiadakan.

Pemerintah, ujar Indah melanjutkan, wajib memberikan perlindungan hukum sepanjang tenaga kesehatan dan medis itu melaksanakan tugas sesuai standar profesi, pelayanan profesi, dan operasional prosedur.

Upaya gugatan hukum terhadap tenaga medis dan kesehatan akan didahului dengan penegakan disiplin yang melibatkan Majelis Kehormatan Etik guna memberi masukan kepada penegak hukum perihal ketentuan yang dilanggar.

“Antara proses disiplin dan hukum adalah hal berbeda. Dalam RUU saat ini kami lebih banyak menegakkan prinsip perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan,” katanya.

Selain itu, Kemenkes juga menambahkan sejumlah pasal untuk menekankan aspek perlindungan hukum. Hal ini antara lain, tanggung jawab pemerintah memberi perlindungan hukum, salah satunya menyangkut pelayanan bencana atau gawat darurat.

“Kami usulkan juga, tenaga kesehatan dan medis bertujuan menyelamatkan nyawa dan kecacatan dikecualikan dari tuntutan ganti rugi. Itu pasal yang baik dalam perlindungan hukum ini agar mereka lebih tenang melakukan pekerjaannya,” kata Indah menambahkan.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Adib Khumaidi meminta substansi Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan dibuka secara transparan kepada publik menjelang proses pengesahan di Rapat Paripurna DPR RI.

“Draf yang muncul sampai saat ini kita tidak tahu di dalam proses yang ada. Saat kemarin mulai di Panitia Kerja (Panja) DPR RI melakukan pengesahan, bahkan sampai saat ini tidak ada keterbukaan substansi RUU Kesehatan,” kata Adib di Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Adib menjelaskan, RUU Kesehatan merupakan regulasi untuk kepentingan kesehatan rakyat Indonesia serta kepentingan ketahanan dan kemandirian bangsa.

Oleh karena itu, substansi hukum di dalam prosedural pembuatan regulasi undang-undang dan juga konten pada isi undang-undang harus mencerminkan nilai yang ada di Pancasila dan UUD 45

“Kami melihat di dalam sebuah proses pembuatan regulasi RUU Kesehatan omnibus law ini masih unprocedural process,” katanya

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button