Kanal

Di Gerbang Kota Mekkah

Jika sedang duduk bersama anak-anak muda yang bersemangat berbisnis, saya sering menceritakan betapa hebatnya Rasulullah muda saat berdagang. 14 abad yang lalu, Sang Nabi berdagang melintasi batas-batas negara. Dari Mekkah hingga Syam, ke Thursina, bahkan lebih jauh lagi.

Jangan bayangkan Rasulullah adalah pedagang kecil yang hanya menggelar tikar atau mendorong gerobak berisi barang-barang kelontong. Jelas bukan itu kelasnya. Mekkah kala itu adalah salah satu pusat dagang dunia. Skala bisnis yang dikerjakan Rasulullah adalah yang sanggup mengganggu stabilitas ekonomi-politik Mekkah—yang pada saat itu di bawah kekuasaan taipan-taipan besar seperti Abu Sufyan dan Abu Lahab.

Para pebisnis raksasa di Mekkah itu terganggu karena ekspansi dagang Rasulullah yang eksponensial. Maka mereka berusaha memboikot gerak bisnis Sang Nabi. Selain mengirim teror, para taipan yang merasa tersaingi ini berusaha menghentikan akses-akses modal kepada Muhammad bin Abdullah.

“Tapi yang membuat para taipan besar ini keder tak berdaya melawan Muhammad adalah satu hal,” ujar saya kepada mereka.

355091101 803216074501726 749471723194335386 N - inilah.com

Kawan-kawan muda ini biasanya akan penasaran. Langkah catur apa gerangan yang dimainkan Rasulullah sehingga membuat Abu Sufyan dan Abu Lahab, semacam Ketua KADIN dan Ketua HIPMI Mekkah saat itu, tidak berkutik? Mungkin itu pikir mereka.

“Rasulullah menikahi Khadijah Al-Kubra. Perempuan terkaya di Jazirah Arab. Yang bahkan dua per tiga Mekkah adalah miliknya!” Lanjut saya. Wajah anak-anak muda ini berbinar. Senyum mengembang di wajah mereka. “Ibaratnya, Khadijah adalah IMF-nya Jazirah Arab! Tempat minjem duitnya Abu Sufyan, Abu Lahab, and the gank. Saat Muhammad yang ingin mereka matikan karir bisnisnya menikahi wanita mulia ini, apa nggak pusing mereka?” Sambung saya.

Anak-anak muda ini tertawa. Wajahnya bahagia sekali. Saya senang jika mereka mengerti ‘rasa’ dari sejarah Nabi Muhammad yang sesungguhnya. Sesuai dengan konteks dan pemahaman yang relevan.

Itulah Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Rasulullah yang begitu besar jasanya pada agama ini. Yang bahkan Sang Nabi sendiri pernah bersabda bahwa, “Cintaku kepada Khadijah adalah anugerah.”

Semasa hidupnya, Khadijah mengorbankan seluruh jiwa, raga, dan hartanya untuk membela Rasulullah serta mendukung jalan dakwahnya. Saat tak ada yang mempercayai Sang Nabi ketika mendapatkan wahyu, saat seantero Mekkah menyebut Muhammad gila,

Khadijah lah orang yang memeluk Sang Nabi, menyelimutinya saat menggigil, dan berkata, “Aku beriman kepadamu!”

355132370 803216834501650 8881468728021705556 N - inilah.com

Tentang kehebatan perjuangan dan pengorbanan Khadijah, Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani suatu ketika pernah bercerita dalam kitabnya yang berjudul ‘Al-Busyra’. Ia meriwayatkan ucapan Ibunda ummat mu’min itu.

“Wahai Rasulullah, seandainya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi lautan atau melintasi sungai, namun engkau tak memperoleh rakit atau jembatan, maka galilah kuburku dan jadikanlah jasadku sebagai rakit atau jembatan untuk menyeberang. Supaya engkau bisa terus melanjutkan dakwahmu,” ujar Khadijah.

Begitu besar pengorbanan Khadijah untuk Rasulullah—untuk dakwah Islam. Sampai-sampai dalam satu riwayat diceritakan Allah dan Malaikat Jibril mengirim salam kepada wanita suci ini.

Di akhir hayatnya, seluruh hartanya telah habis untuk mendukung dakwah Rasulullah. Dalam sakit, konon beliau hanya meminta sorban Nabi sebagai permohonan terakhir.

Sambil berkata dengan lembut, Rasulullah menjawab, “Semua hartamu kau infakkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanya selembar sorban?”

Dialah Khadijah al-Kubra, penghulu utama para wanita di surga kelak selain Maryam, Asiah, dan Fatimah Az-Zahra. Dari Khadijahlah Rasulullah memiliki putera-puteri keturunan. Dialah wanita suci yang paling dicintai Nabi, yang bahkan Aisyah binti Abu Bakar pun tak kuasa mencemburui.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Aisyah RA, beliau bercerita: “Nabi SAW jika menyebut tentang Khadijah, maka iapun memujinya dengan pujian yang sangat indah. Maka pada suatu hari akupun cemburu, maka aku berkata, ‘Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya’.”

355223523 803216754501658 6586163893300062463 N - inilah.com

Mendengar perkataan Aisyah itu, Rasulullah menjawab, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanitapun yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya untuk tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain” (HR Ahmad).

Khadijah adalah satu-satunya wanita yang Rasulullah tidak pernah menduakannya. Ketika beliau wafat, Rasulullah menetapkan tahun kesedihan, ‘Aamul huzni. Jenazah istri tercinta Rasulullah itu disemayamkan di Jannatul Ma’la, bersama kakek Rasulullah, Abdul Muthalib, paman Nabi, Abu Thalib, dan orang-orang tercinta lainnya dalam hidup baginda.

Saat tiba di Mekkah beberapa hari yang lalu, saya mendapat sebuah pesan dari guru saya, “Fahd, kamu sudah di Mekkah, apakah kamu sudah mengunjungi gerbangnya kota Mekkah?”

Saya menjawab dengan heran pertanyaan itu, “Di mana gerbang kota Mekkah itu? Apakah di pintu gerbang Masjidil Haram?”

Guru saya menjawab, “Bukan. Gerbang kota Mekkah ada di Jannatul Ma’la. Kuncinya adalah Sayyidah Khadijah Al-Kubra. Setelah hijrah, Rasulullah tidak pernah mendatangi kota Mekkah kecuali mengunjungi dan membuka gerbangnya. Datanglah ke sana. Sampaikan salamku juga untuk Ibunda Khadijah.”

Saya hanya bisa mengiyakan. Sami’na wa atho’na.

352202219 803216771168323 3931336733452594261 N - inilah.com

Keesokan harinya, selepas fajar, saya bergerak ke arah utara Masjidil Haram. Setelah berkendara sekitar 2,5 km, saya tiba di Jannatul Ma’la. Di sanalah Ibunda Khadijah disemayamkan. Kepadanyalah saya menyampaikan salam, ‘matur’ untuk memasuki kota Mekkah dalam rangka berhaji. Saya juga menyampaikan salam terindah dari guru saya.

Bagi saya, ini bukanlah ritual, bukan pula ibadah, bahkan bukan semata-mata ziarah, tetapi kunjungan ini adalah sebuah puisi. Larik yang hanya akan dimengerti oleh hati para pencari.

Di atas dinding pembatas menuju makam ‘anugerah’ cinta Rasulullah itu, burung-burung dara bertengger damai. Matahari terbit dari timur kota Mekkah. Di sinilah saya berdiri, di ‘gerbang’ kota Mekkah.

Lamat-lamat terngiang sebuah Syair yang sangat dicintai Mbah Maimoen Zubair:

Sa’duna fī dunyā, fauzuna fil ukhrā

Bi Khadijatal kubra, wa Fatimataz-Zahra

Kebahagiaan kami di dunia

Keberuntungan kami di akhirat

Khadijah Al-Kubra dan Fatimah Az-Zahra

Di gerbang kota Mekkah, 26 Zulkaidah 1444H

FAHD PAHDEPIE

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button