News

Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan, PLN Belum Ingin Pensiunkan PLTU Batu Bara

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) persero mengklaim telah memiliki strategi untuk menekan emisi yang diakibatkan PLTU berbasis batu bara. Delapan PLTU yang berada di Jabodetabek sudah memiliki teknologi ramah lingkungan.

Segala upaya dilakukan untuk menekan emisi gas buang dan belum melakukan persiapan untuk memensiunkan diri PLTU berbasis batu bara. Biaya yang dikeluarkan cukup besar dan memiliki banyak aspek.

PLN Indonesia Power (PLN IP), salah satu Sub Holding PLN, mendukung langkah pemerintah dalam menekan polusi udara di wilayah Jabodetabek. Untuk sektor kelistrikan, perusahaan tersebut mengaku menerapkan berbagai teknologi ramah lingkungan guna menekan emisi dari pembangkit listrik listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

“Selama PLTU atau pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) beroperasi, kami selalu berupaya tekan emisinya semaksimal mungkin,” ujar Direktur Utama (Dirut) PLN IP, Edwin Nugraha dalam keterangan resmi PLN IP, Senin (21/8/2023).

Ia menjelaskan operasional PLTU PLN IP dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan yakni Electro Static Precipitator (ESP) dan Continous Emission Monitoring System (CEMS) untuk memastikan emisi gas buang dari operasional pembangkitan dapat ditekan pihaknya.

Teknologi CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus-menerus. Sehingga, emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time. Jadi bisa dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Edwin menambahkan di kawasan Jabodetabek, seluruh pembangkit PLN IP mulai dari PLTU Suralaya 1-7, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTGU Priok, PLTU Labuan, PLTU Lontar, dan PLTU Suralaya 8 telah dilengkapi CEMS.

Sementara, ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi untuk menangkap debu dari emisi gas buang yang didesain mampu menyaring dan menangkap debu dengan ukuran kecil yakni kurang dari 2 micrometer hingga 99,9%, serta teknologi ramah lingkungan pengendali polutan lainnya (NOx dan SOx).

Seluruh pembangkit PLN IP yang ada di sekitar Jabodetabek, juga dikatakan telah memakai teknologi ESP yaitu di PLTU Suralaya 1-7, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Labuan dan PLTU Suralaya 8. “Parameter PM 2.5 di sekitar lokasi pembangkit masih di bawah baku mutu ambien (BMA) yang ditetapkan pemerintah,” klaim Edwin.

Pensiun Dini PLTU

Sementara Institute for Essential Services Reform (IESR) pernah memaparkan, beberapa tantangan dalam melakukan pensiun PLTU dan bagaimana energi terbarukan. Ada Perpres 112/2022 mengatur didorongnya perkembangan energi terbarukan. Apalagi pasal ketiga memuat mandat bagi ESDM untuk mulai membuat skenario percepatan pensiun PLTU batu bara.

“PLTU yang ada juga harus mulai menurunkan emisi mereka, hingga semua dipensiunkan pada tahun 2045. Namun, perencanaan ini masih dalam pembicaraan yang dinamis, pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana melakukan pensiun PLTU di 2030,” terang peneliti senior IESR, Raditya Yudha Wiranegara acara Energy Talk yang diadakan Society of Renewable Energy (SRE), Universitas Hasanuddin, akhir Juni 2023 lalu.

Dalam melakukan pensiun PLTU batu bara terdapat beberapa tantangan, di antaranya perlu biaya di depan yang cukup besar, sekitar USD 4.6 miliar sampai tahun 2030 dan USD 27.5 miliar sampai tahun 2050, yang memerlukan dukungan internasional yang besar untuk mencapainya.

Kedua, diperlukan USD 1.2 triliun untuk menggantikan pembangkitan listrik PLTU dengan energi terbarukan. Ketiga, aspek legalitas. Radit menilai, baik PLN dan produsen listrik swasta (IPP) memiliki beberapa skenario yang harus dipenuhi dalam memensiunkan pembangkitnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button