News

Temuan PPATK Soal Dana Kampanye Fenomena Gunung Es, Hadir Tiap Mau Pemilu


Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai temuan pusat pelaporan dan analisis transas keuangan (PPATK) soal dana kampanye mencurigakan sudah menjadi fenomena gunung es setiap kali perhelatan pemilihan digelar.

“Potret ini mengindikasikan bahwa aktivitas pemilu mengeluarkan anggaran yang jumlahnya sangat fantastis mulai dari pencalonan, kampanye kemudian nanti sengketa hasil” kata Neni dalam keterangannya kepada Inilah.com, Selasa (19/12/2023).

Untuk itu, ia mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengusut tuntas kasus transaksi janggal tersebut secara transparan dan akuntabel dengan melibatkan aparat penegak hukum.

“KPU dan Bawaslu semestinya tidak terjebak pada UU Pemilu yang tekstual dan tafsir minimalis. Seharusnya penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum dapat menggunakan instrumen lain diluar UU Pemilu untuk penindakan yang progresif dan jika terbukti tidak segan untuk memberikan sanksi,” tuturnya.

Neni berharap proses kajian itu tidak dilakukan secara asal-asalan hanya untuk menenangkan publik secara sesaat.

Sebab, dalam Pasal 496 UU 7/2017 menyatakan bahwa Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atan ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).  

Selain itu, Neni juga meminta penyelenggara pemilu untuk melakukan sosialisasi regulasi kampanye dan dana kampanye lebih terstruktur, sistematis dan massif kepada peserta pemilu.

“Dengan mendorong agar peserta pemilu melaporkan bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban belaka, tetapi yang jauh lebih substansi dari itu adalah pertanggungjawaban moral peserta pemilu kepada publik mewujudkan demokrasi yang beradab dan bermartabat,” jelas Neni.

Ia menutup, bahwa temuan PPATK ini menjadi permasalahan yang sangat serius dan tidak bisa dibiarkan.

“Jika praktek ini terus didiamkan maka jangan berharap bisa tercipta kontestasi yang free and fair election, karena transaksi janggal tersebut dapat berpotensi digunakan untuk jual beli suara yang akan merusak demokrasi kedepan dan pemilu gagal menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin bangsa yang berintegritas dan profetik” tandasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button