Market

Tidak Ada Utang Kok Bisa Dipailitkan, Majelis Hakim Harus Diperiksa

Putusan pailit terhadap PT Hitakara dari Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, semakin menegaskan betapa rusaknya penegakan hukum di Indonesia. Mampu buktikan tidak punya utang, tetap saja dipailitkan.

Kini, bolanya di Mahkamah Agung (MA) sebagai benteng terakhir para pencari keadilan. Apakah hukum bisa kembali tegak, atau malah rebah. Kalah dengan kuasa para mafia hukum.

Dalam kasus Hitakara ini, gugatan pailit diajukan Linda Herman, Tina dan Nofian Budianto ke Pengadilan Niaga PN Surabaya, sudah catat hukum sejak awal. Istilah hukumnya, error in persona. Karena, Hitakara bukanlah debitur Linda Cs.

Anehnya, majelis hakim Pengadilan Niaga PN Surabaya yang diketuai Sutarno dengan 2 hakim anggota yakni I Ketut Tirta dan Gunawan Tri Budiono, termasuk Hakim Pengawas  I Made Subagia Astawa, malah memutus pailit pada 2 Agustus 2023. Melalui putusan No 63/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Sby

Keganjilan lain dalam proses hukum pailit Hitakara ini, sebanyak 37 tenant yang mengajukan gugatan dengan rujukan hukum yang sama, namun ditolak hakim pengawas.

“Seharusnya, gugatan Tina cs itu ditolak. Karena gugatan dengan dasar hukum yang sama dari 37 tenant, ditolak hakim pengawas. Itu baru proses hukum yang menjunjung tinggi keadilan,” kata Livia Patricia, anggota tim advokat Hitakara, Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Untuk memperjuangkan keadilan, tim advokat Hitakara melayangkan surat pengaduan dan permohonan perlindungan hukum kepada Ketua MA, M Syarifuddin.  “Kita ingin mengetuk hati MA. Untuk penegakan hukum yang berkeadilan. Batalkan pailit ini,” kata dia.

Informasi saja, PT Hitakara adalah perseroan yang bergerak di sektor developer, menjadi pemegang hak guna bangunan di atas tanah milik I Made Ritin. Selanjutnya, Hitakara membangun Hotel Tijili Benoa (dulu Harris Resort benoa Bali) di lahan tersebut.

Setelah hotelnya rampung dibangun pada 31 Mei 2017, Hitakara menyewakannya kepada pihak kedua, melalui perjanjian sewa jangka panjang

Tiba-tiba, Hitakara digugat PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) oleh Lina cs pada 28 September 2022. Sebagai penyewa hotel, mereka menagih dana bagi hasil, berdasarkan perjanjian sewa jangka panjang.  

Dalam perjanjian sewa jangka panjang itu, menyatakan, masalah bagi hasil diatur dalam perjanjian pengelolaan unit hotel antara pengelola unit, yakni PT Tiga sekawan Benoa dengan Linda Cs (kreditur).

Jadi, urusan bagi hasil menjadi tanggung jawab PT Tiga Sekawan, bukan Hitakara. Namun, ya itu tadi, majelis hukum Pengadilan Niaga di PN Surabaya, nekat menabrak semua bukti hukum yang dihadirkan pihak Hitakara.

“Dalam persidangan, kami sempat mengajukan pencabutan PKPU ke PN Surabaya, karena klien kami bisa membuktikan tidak punya utang kepada Lina Cs. Namun tidak digubris. Malah kita disebut tidak beritikad baik,” ungkap Livia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button