Friday, 24 January 2025

Tolak Program Pensiun Tambahan, Ekonom UPN: Pekerja Bawa Pulang Gaji Hanya 66 Persen

Tolak Program Pensiun Tambahan, Ekonom UPN: Pekerja Bawa Pulang Gaji Hanya 66 Persen


Ekonom UPN Veteran, Achmad Nur Hidayat (ANH) menilai, kebijakan pemerintah memotong gaji pekerja untuk iuran pensiun tambahan, amanat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), bikin khawatir kelas pekerja.

“Di tengah kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja, penuh tantangan, kebijakan ini terasa tidak tepat waktu,” ungkap ANH, Jakarta, Selasa (10/9/2024).

Kelas pekerja yang sudah bergulat dengan kenaikan biaya hidup, lanjut ANH, kini harus menghadapi penurunan daya beli yang lebih besar, sementara perusahaan pun tengah berjuang untuk bertahan hidup di tengah penurunan ekonomi.

Dengan gaji rata-rata sekitar Rp4 juta per bulan, pekerja di Indonesia harus menghadapi berbagai beban pengeluaran yang cukup signifikan.

Di mana, pajak penghasilan (PPh) mengurangi 5 persen dari pendapatan pekerja, sementara iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyedot masing-masing 4 persen dan 3 persen.

“Selain itu, pekerja juga harus mengeluarkan sekitar 3,75 persen dari gaji mereka untuk membeli LPG dan biaya transportasi KRL, yang menjadi kebutuhan harian. Biaya BBM menjadi salah satu beban terbesar, sekitar 12,5 persen dari pendapatan,” ungkapnya.

Belum lagi jika pemerintahan Prabowo jadi mengerek PPN menjadi 12 persen pada 2025, semakin merana nasib pekerja. Secara total, potongan dan pengeluaran yang harus ditanggung pekerja mencapai 34 persen.

“Sehingga gaji yang dibawa pulang pekerja hanya tersisa 66 persen. Tentunya sangat terbatas dengan berbagai kenaikan biaya hidup,” ungkapnya.

“Tambahan iuran pensiun yang diusulkan akan semakin memperkecil daya beli pekerja, membuat mereka semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar,” ungkapnya.

Dia bilang, pekerja yang seharusnya bisa menabung atau menyisihkan dana untuk kebutuhan mendesak, kini harus merelakan sebagian besar dari penghasilan mereka untuk berbagai potongan wajib.

Di sisi lain, kondisi perusahaan saat ini, menurut ANH, sedang tidak baik-baik saja juga. Simak saja, Purchasing Managers’ Index (PMI) yang menjadi indikator kunci kesehatan sektor manufaktur, menunjukkan penurunan dalam beberapa bulan terakhir.

“Penurunan ini mengindikasikan bahwa permintaan terhadap barang dan jasa menurun, sehingga banyak perusahaan mengalami kesulitan mempertahankan produksi dan profitabilitas,” imbuhnya.

Lebih buruk lagi, lanjutnya, Indonesia telah mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut. Pertanda, penurunan harga barang dan jasa, karena turunnya permintaan.

“Akibatnya, banyak perusahaan kini tengah mempertimbangkan langkah-langkah drastis seperti PHK massal untuk mengurangi beban operasional mereka,” pungkasnya. 
 

Iwan Purwantono