Market

Transisi Energi Mahal, KESDM: Sementara Kembangkan Pemanfaatkan Energi Gas Bumi

Kementerian ESDM menegaskan pemanfaatan energi dari gas bumi masih bisa digunakan di masa transisi energi baru terbarukan. Meskipun arahnya tidak menggunakan energi fosil lagi.

Selama masa transisi menuju Net-Zero Emission (NZE) di Indonesia, akan tetap menggunakan energi fosil sebagai sumber energi sementara. Pilihannya yakni pengembangan energi gas bumi.

“Sebagai energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi dan batu bara, gas bumi juga dapat dimanfaatkan sebagai energi transisi sebelum beralih 100 persen ke Energi Terbarukan di sektor transportasi dan juga pada pembangkit listrik,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM, Mirza Mahendra dalam keterangan resminya, Kamis (16/11/2023).

Menurutnya, secara umum transisi menuju emisi nol bersih memerlukan perubahan, yang dapat dikategorikan ke dalam sejumlah pilar seperti misalnya peningkatan intensitas energi yang membantu mengurangi biaya transisi.

“Kita tidak hanya membahas lingkungan, tapi kita juga perlu mempertimbangkan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan,” ujar Mirza.

Langkah dekarbonisasi pembangkit listrik, lanjutnya, untuk mengurangi emisi langsung di sektor ketenagalistrikan, serta peralihan ke bahan bakar rendah emisi.

“Mewujudkan target net zero emisi memerlukan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, termasuk institusi dan lembaga, dengan akademisi dan kalangan industri terkait,” kata Mirza.

“Melalui kolaborasi yang kuat, maka akan dapat mencapai dampak yang lebih besar dalam mengurangi emisi dan bergerak menuju net-zero emission,” ujarnya.

Saat ini, pemerintah didesak negara-negara maju untuk melakukan transisi energi salah satunya memensiunkan dini PLTU baru bara. Tetapi anggaran untuk memenuhi desakan tersebut sangat mahal sekitar Rp300 triliun untuk PLTU baru bara di seluruh Indonesia.

Bahkan Presiden Jokowi ternyata curhat karena pendanaan dari negara maju untuk transisi energi berbentuk utang. Padahal Jokowi berharap pendanaan tersebut dicatat sebagai hibah kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia.

“Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang,” ungkap Presiden Jokowi saat menyampaikan kuliah umum di Stanford University, San Fransisco, Amerika Serikat, pada Rabu (15/11/2023).

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button