News

Unggahan Videonya Disorot, Ganjar Gelisah Takut Kalah dari Gibran?

Partai Golkar menyoroti video unggahan bacapres Ganjar Pranowo di akun Instagramnya, yang mengaku sedang gelisah dengan kondisi politik terkini. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai unggahan tersebut sebagai bentuk ketidaksukaan Ganjar terhadap pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

“Kenapa mesti gelisah? Kelihatannya ada yang tak mau Mas Gibran jadi cawapres sehingga merasa gelisah,” kata Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, dikutip Minggu (12/11/2023).

Ace mengingatkan keputusan MK harus dihormati. Menurutnya, MK sudah jelas keputusannya bahwa seseorang yang sedang atau telah menjabat kepala daerah diperbolehkan untuk menjadi cawapres.

Ia juga meminta Ganjar tak perlu melakukan serangan terbuka, cukup lakoni kontestasi dengan gagah berani. “Sekarang kan saatnya kita berkompetisi dengan sehat dan fair dalam Pemilihan Presiden 2024,” ucapnya.

Sebelumnya, Ganjar Pranowo menyoroti kondisi politik saat ini setelah keluarnya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melanggar etik berat sehingga dicopot dari Ketua MK. Ganjar mempertanyakan mengapa putusan dari sebuah protes dengan pelanggaran etik berat bisa lolos begitu saja.

“Saya tercenung memantau perkembangan akhir-akhir ini tentang kondisi politik setelah putusan MKMK. Saya mencoba diam sejenak, saya merenungkan bangsa ini ke depan. Saya mencermati kembali kata demi kata, kalimat demi kalimat dari putusan itu yang menjadi pertimbangan dan dasar Majelis Kehormatan MK,” kata Ganjar melalui rekaman video yang diunggah di Instagramnya seperti dilihat, Sabtu (11/11/2023).

“Dari situ saya semakin gelisah dan terusik mengapa sebuah keputusan dari sebuah protes dengan pelanggaran etik berat dapat begitu saja lolos, apa ada pertanggungjawabannya kepada negara,” lanjutnya.

Ganjar juga mempertanyakan mengapa putusan tersebut masih dijadikan landasan hukum dalam bernegara. Menurutnya, hal itu seperti cahaya yang menyilaukan dan menyakitkan mata.

“Mengapa keputusan dengan masalah etik, di mana etik menjadi landasan dari hukum, masih dijadikan rujukan dalam kita bernegara. Mengapa hukum tampak begitu menyilaukan dan menyakitkan mata sehingga kita rakyat sulit sekali memahami cahayanya,” ujarnya.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button