Market

Lawan Anthony Salim, Kades Tiberias Nekat Demo Tunggal di MA

Mewakili ratusan petani, Kepala Desa (Kades) Tiberias, Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara, Abner Patras menggelar unjuk rasa tunggal di depan gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Rabu (5/7/2023).

Rupanya, Abner tengah memperjuangkan 177 hektare (ha) lahan petani yang diserobot PT Malisya Sejahtera, perusahaan milik Anthony Salim (Salim Group). “Pada 2017, petani Tiberias diusir dari lahan, tempat kami mencari sesuap nasi. Aksi protes kami dijawab serangan pasukan polisi dari 2 Polres, Brimob yang didukung odim Bolmong,” kata Abner.

Masih menurut Abner, puluhan petani ditangkap dan langsung dijebloskan ke bui. Secara beramaan, 70 rumah warga dibongkar paksa dan dibakar oleh karyawan PT Malisya Sejahtera. Tak berhenti di situ, tanaman musiman mereka dirusak.

“Petani diproses hukum dengan tuduhan mencuri hasil tanaman. Padahal, seluruh tanaman di atas tanah tersebut ditanam oleh petani. Dan, PT Malisya Sejahtera tidak pernah menanam tumbuhan apapun di lokasi Itu,” imbuhnya.

Saat petani mencoba mencari keadilan dengan melaporkan adanya pengrusakan rumah ke Polres Bolaang Mongondow (Bolmong), tak pernah diproses hingga saat ini.

Untung saja, hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu, lanjut Abner, masih punya nurani. Putusan pidana atas dakwaan pencurian dan memasuki HGU secara tidak sah, dinyatakan tidak terbukti.

Namun pada 2022, terjadi pergantian hakim dan Ketua PN Kotamobagu, sejumlah petani penggarap dikenai dakwaan yang sama oleh pelapor yang sama (PT Malisya Sejahtera). “Ketua PN Kotamobagu berinisial JBM yang menjadi ketua majelis hakim justru memvonis petani bersalah,” imbuhnya.

Selanjutnya, kata Abner, petani Tiberias mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Manado. Keputusannya, sami mawon. Kini, MA menjadi harapan terakhir bagi petani Tiberias dalam mencari keadilan.

“Saya sebagai Kepala Desa Tiberias yang juga diproses pidana dengan hukum yang tidak memenuhi akal sehat, datang sendirian ke Jakarta mewakili Komunitas Petani Penggarap Desa Tiberias. Saya melakukan unjuk rasa damai tunggal. Kami ingin mengetuk hati nurani peradilan di bawah MA,” ungkapnya.

Asal tahu saja, PT Malisya Sejahtera, perusahaan kelapa hibrida, anak usaha Indof0od Group ini, memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) pada 2001, di Desa Tiberias. Lahan itu berstatus tanah negara yang dimanfaatkan petani penggarap.

Ada kejanggalan, saat PT Malisya Sejahtera mendapatkan HGU, statusnya belum berbadan hukum. Akta perusahaan baru keluar pada 2002.

Kejanggalan lainnya, HGU untuk 177 ha lahan yang diklaim milik PT Malisya seharusnya diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sulawesi Utara, malah diterbitkan BPN kabupaten Bolmong.

Selama bertahun-tahun, obyek sengketa tersebut ditelantarkan PT Malisya. Konflik dengan warga mulai terjadi sejak pihak perusahaan melakukan intimidasi dan mengusir warga dari kebun.

“November 2015, berbekal surat-surat itu, mereka muncul dan mengusir kami dari kebun. Tanpa ada ganti rugi, tanpa ada pembebasan lahan dan tanpa redistribusi tanah,” kata Abner.

Didi Koleangan, aktivis lingkungan yang mendampingi warga, menyatakan, PT Malisya telah bertindak main hakim sendiri. Tindakan membongkar rumah warga tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, adalah melawan hukum.

“Warga sudah membawa persoalan ini ke koridor hukum, dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Tetapi, perusahaan malah main hakim sendiri dengan memobilisasi aparat keamanan,” sesalnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button