Kanal

Konflik antara Istri dan Ibu, Suami Dahulukan Siapa? Ini Kata Para Mufasir


Dahulukan istri atau ibu? Ini adalah pertanyaan paling sulit dijawab orang para suami. Tak jarang konflik antara menantu dan mertua seperti ini memicu perceraian. 

Pengalaman pasangan artis Ria Ricis dan Teuku Ryan yang kini telah resmi bercerai, adalah salah satu contoh kasusnya. 

Lantas bagaimana sikap tepat seorang suami yang terjebak dalam konflik istri dan ibu, seperti dialami Teuku Ryan?

Ramai jadi perbincangan warganet soal dokumen berisi 87 halaman yang menulis deretan alasan Ria Ricis menggugat cerai suaminya pada 30 Januari 2024. 

Perempuan pemilik nama asli Ria Yunita ini mengakui konflik suami istri dimulai karena dirinya tersinggung oleh ucapan ibu Ryan, kemudian merembet ke persoalan lain.

Berkaca dari persoalan ini, sebenarnya bagaimana cara menghadapi konflik antara ibu mertua dengan menantunya? Sikap seperti apa yang harus diambil suami jika istri berkonflik dengan ibu? Simak penjelasannya di artikel.

Mantan pasangan artis Ria Ricis dan Teuku Ryan
Mantan pasangan artis Ria Ricis dan Teuku Ryan (Foto: Inilah.com/Harris)

Dilema Suami Pilih Dahulukan Istri atau Ibu

Profesor Muhammad Quraish Shihab menilai pertanyaan tersebut adalah pertanyaan retoris, alias kalimat yang tidak memerlukan jawaban. Pasalnya, antara istri dan ibu, keduanya sama-sama patut diutamakan.

“Saya memilih tidak menjawabnya. Tapi ada (saja) orang yang tidak bijak menjawab begini, istri bisa diganti tapi ibu tidak bisa. Menurut saya itu salah,” ujar cendekiawan muslim jebolan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu dikutip dari NU Online.

Pendiri Pusat Studi Al Qur’an (PSQ) itu menegaskan, istri dan ibu bukanlah pilihan. Keduanya mempunyai peran yang berbeda, tidak perlu membanding-bandingkan, tidak perlu juga harus saklek memilih salah satu karena dua-duanya punya porsi masing-masing.

“Karena keduanya harus sama-sama dicintai dan diutamakan,” tutur penulis buku Pengantin Al Qur’an itu, menjelaskan.

Allah Swt berfirman:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِي

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

Ilustrasi bakti kepada ibu
Ilustrasi bakti kepada ibu (Foto: Shutterstock)

Mengenai ayat ini, mufasir Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa ini adalah tentang perintah untuk berbakti dan bersyukur kepada keduanya (orang tua), terlebih ibu. 

Hal tersebut karena begitu besarnya perjuangan seorang ibu terhadap sang anak. Ibu telah mengandung hati dengan susah payah dan menyapih anak-anak mereka ketika berumur dua tahun, menyusuinya selama dua tahun. 

Tetapi, di saat yang sama seorang suami juga memiliki kewajiban untuk berbuat baik dan bertanggungjawab menafkahi istri. Sebagaimana di dalam QS. An-Nisa’: 34,

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ …

“Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya …”

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa di samping berbakti kepada orang tua, terutama ibu, seorang suami juga berkewajiban untuk bersikap baik kepada istrinya serta memberikan nafkah. 

Sebagaimana penjelasan tafsir Kementerian Agama RI, laki-laki adalah seorang pemimpin yang memelihara, membela, dan mencari nafkah untuk istrinya. Karenanya, sang istri kemudian diharuskan berbakti kepadanya.

Tafsir Kemenag RI juga menjelaskan, istri berhak memberikan pengaduan kepada hakim yang berwewenang  untuk menyelesaikan permasalahannya jika suami tak mau bertanggung jawab, saking besarnya tanggung jawab seorang suami. 

Sejalan pula dengan mufasir lainnya, seperti Al-Qurthubi, At-Thabari, Ibn ‘Asyur, bahwa benar adanya laki-laki adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap istri dan anak-anaknya.

Antara Bakti Anak dan Kewajiban Suami

Bila berbicara mengenai bakti, maka benar bahwa berbakti kepada orang tua adalah yang utama. Namun jika berbicara mengenai nafkah, maka yang menjadi prioritas adalah istri, sebab istri menjadi tanggung jawab penuh bagi suami.

Bahkan hak suami atas istri pun lebih besar dibandingkan hak orang tua istri kepada istrinya. Demikianlah besarnya tanggung jawab seorang suami kepada istrinya.

Ilustrasi kewajiban suami nafkahi lahir dan batin istri
Ilustrasi kewajiban suami nafkahi lahir dan batin istri (Foto: Shutterstock)

Berbakti kepada orang tua dan tanggung jawab kepada istri beserta anak adalah dua konteks yang berbeda.

Sebagaimana penjelasan Quraish Shihab di atas, keduanya harus sama-sama dicintai. Jika telah jelas mana yang sebenarnya bersalah, langkah awal adalah dengan cara mengutamakan kemaslahatan kedua belah pihak tanpa harus menelantarkan salah satunya.

Bila permasalahan tak kunjung, maka berpisah tempat tinggal dengan orang tua akan lebih baik. Selain melatih kemandirian juga dapat mengerti arti rumah tangga yang sebenarnya tanpa khawatir ada pihak yang rentan ikut campur dalam rumah tangganya.

Benar bahwa anak laki-laki adalah selamanya milik ibunya. Namun dalam hal nafkah, istri memiliki hak untuk diprioritaskan, dicintai, dan diperlakukan secara baik.

Berbeda halnya jika dalam konteks sang ibu mengalami kesusahan nafkah (hidup sendiri dan tidak memiliki tempat bergantung selain anak), barulah anak boleh saja mengambil sebagian nafkah istri (untuk dibagi) kepada ibunya, tetapi bukan seluruhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button