Kanal

Titik Rawan Kampanye, Waspada Kentut Setan dan Manipulasi Bansos

Alkisah terdapat tiga orang santri yang senantiasa akur dan kompak saat melaksanakan salat berjamaah. Satu orang menjadi imam dan dua temannya menjadi makmum. Keharmonisaan ini senantiasa terjaga hingga suatu saat muncullah sosok setan.  

Setan yang tak suka dengan keharmonisan tiga santri ini. Setan yang tak suka bila dengan akuran mencoba mencari segala cara untuk dapat memisahkan ketiga santri ini. Entah berapa cara telah dilakukan, hingga munculah ide untuk memisahkan ketiganya saat salat berjamaah. Saat sedang khusuk salat, setan mengeluarkan suara kentut.

Sukses. Imam menuduh kedua temannya yang menjadi makmum, sementara kedua santri menuduh imam lah yang kentut. Sejak saat itu, ketiga santri ini saling curiga dan menuduh siapa yang kentut saat salat. Sejak saat itu pula tidak ada lagi saling percaya, tidak ada lagi yang mau jadi makmum apalagi imam.

Kisah tiga santri dan setan ini diceritakan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam acara dialog kebangsaan bersama Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kuching, Malaysia, Rabu (29/11/2023).

Kisah berjudul “kentut setan” ini diceritakan Ma’ruf sebagai kiasan agar masyarakat senantiasa menjaga keharmonisan berbangsa, utamanya saat Pilpres 2024 nanti. Ma’ruf sadar sekali akan potensi bahaya dari kentut setan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kentut setan yang mungkin saja dapat membuat masyarakat terbelah, tak lagi saling percaya, hingga ogah mengakui imam (baca: Presiden) hasil pilpres nanti.

Oleh karenanya, menurut Ma’ruf Amin, penting bagi masyarakat untuk senantiasa menjadikan keharmonisan bangsa dan negara di atas fanatisme terhadap salah satu paslon. Ma’ruf betul-betul mau masyarakat mampu menyaring segala informasi berbau kentut setan pada saat kampanye nanti. Istilah kekinian, saring sebelum sharing.

“Kalau di agama itu diajarkan supaya tabayun, tabayun itu cek ricek,” ujar Ma’ruf.

Tentu kisah tiga santri dan kentut setan seperti yang diceritakan Ma’ruf Amin sempat menjadi momok saat pelaksanaan Pilpres 2019, istilah Cebong dan Kadrun benar-benar membelah masyarakat, dan bukan tidak mungkin istilah baru akan terbentuk seiring bara api telah menyala bahkan sebelum penetapan capres dan cawapres. 

post-cover
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengidentifikasi total 101 isu hoaks yang beredar mengenai Pemilu sejak Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023.(Foto:Kemenkominfo)

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), baru-baru ini misalnya, telah mengidentifikasi sebanyak 96 isu hoaks tentang pemilu telah beredar di jejaring media sosial, 

sepanjang 17 Juli – 26 November 2023. Catatan Menkominfo, Budi Arie, saat rapat kerja dengan Komisi I DPR, Rabu (29/11), mencatat isu-isu tersebut tersebar dalam 355 konten hoaks.

Netralitas Aparatur Negara dan Bansos

Namun kentut setan bukanlah satu-satunya titik kerawanan. Bara yang kian menyala lantaran manuver politik kebablasan yang dilakukan dengan tangan-tangan kekuasaan, juga dapat menjadi titik api ancaman pelaksanaan pemilu damai. Salah satunya, soal netralitas aparatur negara. 

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mempunyai catatan soal itu. Kahfi Adlan Hafiz, peneliti Perludem kepada Inilah.com, mengungkap titik rawan pelanggaran netralitas Pemilu 2024 tidak hanya terjadi pada aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri, namun juga berasal dari sumber daya negara yang dikelola pemerintah.

Praktik penyalahgunaan birokrasi dan aset-aset negara dalam pelanggaran netralitas Pemilu 2024 ini terbukti dengan adanya 190 aduan terindikasi yang diterima Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) per 13 November 2023. 

“Mobilisasi ASN, politisasi birokrasi, dan penggunaan sumber daya negara terjadi,” ujar kahfi.

Belum lagi dengan pengangkatan ratusan penjabat kepala daerah, yang dinilai Kahfi serampangan. Sebab meski Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan aturan bahwa pengusulan kandidat pj kepala daerah harus atas rekomendasi parlemen secara seimbang, tetapi nama yang diputuskan menjadi pj kepala daerah ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat. 

Situasi ini, dinilai Kahfi, menjadi rawan karena memudahkan intervensi pemerintah pusat, khususnya dalam pelaksanaan kampanye pemilu. “Ini (PJ Kepala Daerah) juga akan menstimulus persoalan politisasi birokrasi,” begitu kata Kahfi.

Terstruktur, sistematis dan massif menjadi padanan kata yang dipilih Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro, untuk menggambarkan situasi keterlibatan aparatur negara dalam pemenangan salah satu calon presiden dan wakil presiden.

Kekhawatiran timbul bukan cuma karena calon presiden maupun wakil presiden masih menjabat sebagai aparatur negara, namun juga kader-kader dari Parpol pendukung yang kini duduk di kekuasaan. Seluruh pasangan capres-cawapres, mempunyai potensi itu, menurut Agung. Termasuk pasangan nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. 

“Misalkan di Kementerian Desa itu kan masih dalam konteks ini dipegang oleh PKB Pak Abdul Halim Iskandar (Mendes).  Di sana kan ada 30 ribuan pendamping desa yang membidangi 80 ribuan desa kalau saya nggak salah.  Itu kan memang cukup beresiko untuk diarahkan mendukung 1 kandidat tertentu,” kata Agung Baskoro kepada Inilah.com.

Potensi yang sama juga berlaku untuk pasangan nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud, dimana PDIP sebagai salah satu parpol pengusung, memiliki kader yang kini duduk sebagai Menteri Sosial. Tri Rismaharini, dikatakan Agung, memiliki kuasa dalam menyalurkan bantuan langsung tunai dan El Nino. 

post-cover
Ilustrasi-Politisasi bantuan sosial (bansos) untuk paslon dan parpol tertentu. (Inillah.Com/Febri).

Juga untuk pasangan nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Prabowo kini menjabat Menhan, sementara Gibran meskipun Wali Kota Solo, namun fakta sebagai putra sulung Jokowi tentu menjadi kekhawatiran di masyarakat. Belum lagi, Ketua Umum partai Golkar, Airlangga Hartarto, sebagai salah satu pengusung, memiliki kuasa sebagai Menko Perekonomian.

“Mereka punya kewenangan untuk menyalurkan insentif bantuan sosial kepada masyarakat,” kata Agung.

Sebagai catatan, pada November ini pemerintah akan menggelontorkan 5 bantuan sosial kepada masyarakat. berikut daftarnya;

1. BLT Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)

BLT BPNT merupakan program dari Kementerian Sosial untuk memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang membutuhkannya. Penerima bantuan akan mendapatkan uang sebesar Rp400 ribu yang mencakup pencairan dua bulan sekaligus.

2. Program Indonesia Pintar (PIP)

Selanjutnya ada bansos pendidikan yaitu Program Indonesia Pintar atau PIP yang memasuki tahap 3 dan sudah mulai cair sejak Oktober 2023. Artinya, bagi penerima yang belum mendapatkannya pada bulan Oktober, kemungkinan akan mendapatkannya pada November atau Desember.

Besaran bantuan PIP Tahap 3 ditentukan berdasarkan jenjang pendidikan siswa, sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan, mulai dari Rp225 ribu hingga Rp1 juta rupiah.

3. Beras 10 Kg

Pemerintah memberikan bansos beras 10 kg bagi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM) hingga Desember 2023. Alasan pemberian beras 10 kg ini juga untuk membantu masyarakat terdampak fenomena El Nino.

4. Program Keluarga Harapan (PKH)

PKH merupakan salah satu bansos rutin yang digelontorkan pemerintah. Pada bulan November ini, PKH memasuki pencairan tahap keempat bulan kedua.

Nominal bantuan yang diterima setiap penerima PKH berbeda-beda, tergantung kriterianya, mulai dari Rp225 ribu hingga Rp3 juta.

5. BLT El Nino

Besaran BLT El Nino ini yaitu sebesar Rp400 ribu yang pencairannya terbagi menjadi dua tahap. Pencairan tahap pertama dilakukan pada bulan November sebesar Rp200 ribu serta bulan Desember Rp200 ribu.

Walaupun masih menjadi dugaan, Agung menilai hal ini menjadi kerentanan dalam proses membangun kampanye adil dan damai. Bansos ini, perlu diawasi oleh semua pihak agar penyalurannya tepat sasaran, tidak kemudian diarahkan untuk mendukung salah satu kandidat capres-cawapres.

post-cover
Ketua KPU Hasyim Asy’ari, menandatangani deklarasi kampanye damai disaksikan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Senin (27/11/2023). (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

Ketua DPP Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, memahami kekhawatiran itu. Para penerima bansos memang memiliki hak suara dalam pemilu nanti, namun tidak juga serta merta menjadi sebuah tuduhan. Sebab ia percaya, selama dijalankan sesuai prosedur dan tidak melanggar rambu-rambu yang sudah ditetapkan, bantuan sosial akan tepat sasaran. 

“Bansos dari pemerintah walaupun Menteri Sosialnya dari kader parpol, saya rasa akan tetap melaksanakan sesuai prosedur,” kata Bobby kepada Inilah.com

Sementara itu, pelatih Tim Pemenangan Nasional (Timnas) AMIN (Anies-Muhaimin), Ahmad Ali, menilai koridor pemilu damai dapat terjaga asal para aparatur negara bersikap adil, utamanya KPU dan Bawaslu. Selama tidak menggunakan standar ganda dan bersikap tegas dalam setiap pelanggaran pemilu, ia percaya seremoni pemilu damai yang digelar KPU beberapa waktu lalu akan dapat dipenuhi setiap peserta pemilu.

Sebaliknya, para peserta pemilu juga tidak mencari-cari kesalahan para aparatur negara. “Jadi peserta pemilu jangan cengeng, jangan lebay.  Satu kali saja APK-nya (alat peraga kampanye) dicabut, sudah bilang negara begini, negara begono, kan gitu kan. Arahnya nanti yang terjadi adalah kegaduhan,” kata Ali kepada Inilah.com 

(Nebby/Diana/Rizki)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button