MarketNews

Pakar Senior Sebut Ekonomi Indonesia 2022 Dibayangi Krisis Keuangan

Tahun depan, Indonesia dibayang-bayangi gagal bayar atas utang yang terus menggunung. Potensi krisis keuangan perlu diwaspadai.

Demikian analisa yang dikemukakan ekonom senior Prof Anthony Budiawan dalam siaran YouTube, Jakarta, Rabu (29/12/2021). “Sebenarnya, potensi gagal bayar sudah terjadi sejak 2021. Tapi semuanya selalu dibantah pemerintah, seolah tidak ada masalah,” ungkap Anthony.

Selanjutnya dia membeberkan krisis keuangan yang dialami Amerika Serikat pada 2007-2008. jauh sebelumnya, kalangan ekonom sudah memprediksikan hal itu. “Jadi kalau soal waktu kapan, bergantung banyak hal. Salah satunya kepercayaan investor. Krisis AS di akhir 2007 sudah diprediksikan jauh sebelumnya. Namun sulit untuk menebak kapan terjadinya,” ungkap Anthony.

Selanjutnya, Anthony membeberkan sejumlah pertanda bahwa keuangan Indonesia sedang dalam masalah besar. Misalnya, IMF sudah memberikan petunjuk sederhana. Bahwa uuntuk membayar bunga jangan sampai lebih dari 10 persen penerimaan negara. “Tahun depan, Indonesia bayar Rp400 triliun untuk bunga utang. Itu kan 20 persen dari penerimaan pajak kita. Sudah melebihi rekomendasi IMF kan,” ungkap Anthony.

Selain itu, kata Managing Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) itu, dua kali BPK memberikan lampu merah atas kebijakan utang pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Alasannya sama, utang pemerintah sudah melebihi rekomendasi IMF (International Monetary Fund) dan IDR (International Debt Relief). “Kalau Indonesia tidak bisa menarik utang luar negeri dan pemilik modal asing menarik duitnya (capital outflow), hancurlah semua. Kiris ekonomi kita,” ungkapnya.

Krisis moneter (krismon) 1997-1998, kata dia, memberikan pelajaran penting. Hingga Juni 1997, perekonomian Indonesia masih dalam kondisi baik-baik saja.

“Tiba-tiba rupiah diserang. Perekonomian Indonesia langsung kolapse. Nah ini yang kita khawatirkan. Tidak ada yang bisa menjamin tahun depan lebih baik. Tidak ada yang tahu apakah peluang krisis sudah matang atau belum. Bisa meledak seketika,” tegasnya.

Dia juga memperingatkan gencarnya perbankan nasional dan Bank Indonesia (BI) memborong surat utang negara (SUN). Dampaknya, porsi kredit untuk sektor swata menciut. “Ujung-ujungnya pemulihan ekonomi tidak bisa nendang. Cuman seadanya saja,” ungkapnya.

Selain itu, kata Anthony, kebijakan suku bunga tinggi masih diterapkan BI. Dalam hal ini, bank sentral terpaksa demi menjaga SUN. “Kalau suku bunga rendah maka tidak ada yang tertarik beli SUN. Masalahnya, suku bunga tinggi memicu inflasi. Ujung-ujungnya rakyat miskin semakin tidak berdaya. Perekonomian mereka semakin terpuruk,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button