Inersia

Kenali Paxlovid, Obat COVID-19 yang Baru Saja Dapat Izin Edar BPOM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara resmi menerbitkan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Paxlovid tablet salut selaput sebagai obat COVID-19. Bagaimana kemanjuran, aturan mengkonsumsi dan efek samping obat ini?

Dengan keluarnya izin edar obat ini tentu akan sangat membantu siapapun yang terkena COVID-19. Masyarakat yang mengalami gejala COVID-19 tentu bisa mengkonsumsinya di rumah sehingga mengurangi risiko menjalani rawat inap ke rumah sakit.

Sebelumnya, BPOM telah menerbitkan EUA untuk antivirus Favipiravir dan Remdesivir (2020), antibodi monoklonal Regdanvimab (2021), serta Molnupiravir (2022). Dengan izin baru bagi Paxlovid ini, menambah jenis antivirus baru yang bisa menjadi alternatif penatalaksanaan COVID-19 di Indonesia.

“Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg dengan indikasi untuk mengobati COVID-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan yang berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju COVID-19 berat,” papar Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dikutip dari laman resmi BPOM.

Paxlovid merupakan obat COVID-19 yang bekerja sebagai protease inhibitor. Protease inhibitors yakni kelas dari pengobatan yang digunakan untuk menangani atau mencegah infeksi oleh virus. Obat ini dirancang untuk memblokir enzim yang dibutuhkan virus untuk berkembang biak. Ini menghambat replikasi virus pada proteolisis, tahap yang terjadi sebelum replikasi virus.

Obat yang diproduksi oleh Pfizer ini cukup manjur. Terlihat dari sisi efikasi, hasil uji klinik fase 2 dan 3 menunjukkan Paxlovid dapat menurunkan risiko hospitalisasi atau kematian sebesar 89 persen pada pasien dewasa COVID-19 yang tidak dirawat di rumah sakit dengan komorbid (penyakit penyerta), sehingga berisiko berkembang menjadi parah. Komorbid yang berkaitan dengan peningkatan risiko ini seperti lansia, obesitas, perokok aktif, riwayat penyakit jantung, diabetes, atau gangguan ginjal.

Dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama lima hari. Minum obat ini melalui mulut dengan atau tanpa makanan seperti yang diarahkan oleh dokter, biasanya sekali di pagi hari dan sekali di malam hari. Telan seluruh tablet. Jangan mengunyah, atau menghancurkan tablet. Dosis didasarkan pada kondisi medis Anda dan respons terhadap pengobatan.

Lanjutkan minum obat ini selama waktu yang ditentukan. Menghentikan pengobatan terlalu dini dapat membuat virus terus tumbuh, yang dapat mengakibatkan kembalinya infeksi atau kegagalan untuk melindungi Anda dari virus.

Jika Anda melewatkan satu dosis, minumlah segera setelah Anda ingat jika kurang dari 8 jam setelah waktu biasanya Anda meminumnya. Jika lebih dari 8 jam telah berlalu, lewati dosis yang terlewat. Ambil dosis berikutnya pada waktu yang teratur. Jangan menggandakan dosis untuk mengejar ketinggalan.

Efek Samping

Berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, secara umum pemberian Paxlovid aman dan dapat ditoleransi. Efek samping tingkat ringan hingga sedang yang paling sering dilaporkan pada kelompok yang menerima obat adalah dysgeusia (gangguan indra perasa) (5,6 persen), diare (3,1 persen), sakit kepala (1,4 persen), dan muntah (1,1 persen) dengan angka kejadian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang menerima plasebo (berurutan 0,3 persen; 1,6 persen; 1,3 persen; dan 0,8 persen).

Ada juga yang mengalami tekanan darah tinggi atau nyeri otot. Jika salah satu dari efek ini bertahan atau memburuk, segera beri tahu profesional kesehatan Anda. Termasuk tanda-tanda masalah hati seperti mual/muntah yang tidak berhenti, kehilangan nafsu makan, sakit perut, mata/kulit menguning, atau urin berwarna gelap.

Reaksi alergi yang sangat serius terhadap obat ini jarang terjadi. Namun, segera dapatkan bantuan medis jika Anda melihat gejala reaksi alergi yang serius. Seperti ruam, gatal, bengkak, terutama pada wajah/lidah/tenggorokan, pusing parah hingga kesulitan bernapas.

Waspadai Obat Ilegal

Yang menjadi kekhawatiran banyak kalangan adalah beredarnya obat Paxlovid ilegal bahkan palsu di pasaran. BPOM berjanji akan melakukan pengawasan bersama Kementerian Kesehatan terhadap rantai pasokan Paxlovid agar keamanan, khasiat, dan mutu obat yang beredar dapat dipertahankan, serta mencegah penggunaannya secara ilegal. Untuk mencegah peredaran obat secara ilegal, BPOM melakukan serangkaian kegiatan pengawasan dari hulu hingga hilir.

Rangkaian dimulai dari pengawasan pemasukan Bahan Baku Obat (BBO) serta pengawasan sarana produksi obat melalui pemenuhan aspek Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Termasuk pengawasan di sarana distribusi obat melalui pemenuhan aspek Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB), melakukan sampling, dan pengujian terhadap produk obat yang beredar, hingga melakukan sosialisasi/Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan obat ilegal.

“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih waspada sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat. Masyarakat harus menjadi konsumen cerdas dan hindari mengonsumsi obat-obat ilegal. Pastikan hanya membeli obat yang telah memiliki nomor izin edar. Belilah obat di sarana resmi, yaitu Apotek, Toko Obat, Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat atau secara online di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF). Untuk mendapatkan obat keras tentunya tetap harus berdasarkan resep dokter,” pesan Kepala Badan POM.

Berapa Harga Paxlovid?

Hingga saat ini belum ada ketentuan harga jual Paxlovid di Indonesia. Beberapa produsen obat generik dunia telah menyepakati untuk memproduksi pil Pfizer Paxlovid versi murah dan menjual obat tersebut di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan harga US$25 atau sekitar Rp374 ribu per sekali sesi pengobatan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pada Januari lalu mengatakan, Indonesia telah menerima 400 ribu Paxlovid, dalam rangka menanggulangi pandemi COVID-19, terutama untuk mengantisipasi kebutuhan obat jika terjadi lonjakan kasus. Hanya saja peredarannya ketika itu belum mendapat izin BPOM.

Meskipun sudah ada obat COVID-19 di Indonesia, masyarakat sudah seharusnya tetap menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya kunci dalam memutus rantai penyebaran penyakit ini. Masyarakat juga diminta untuk bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsi obat, obat tradisional, maupun suplemen kesehatan yang mengklaim dapat mencegah atau mengobati COVID-19.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button