Friday, 24 January 2025

Pe-er Berat Penganekaragaman Pangan

Pe-er Berat Penganekaragaman Pangan


Baru saja Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 81/2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal, yang diundangkan pada tanggal 15 Agustus 2024. Membaca judul Perpres 81/2024 ini, mengingatkan kita pada Peraturan Presiden No. 22/2009 yang berjudul Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.

Menyandingkan kedua Perpres tersebut, sepertinya memiliki marwah yang sama. Pembedanya hanya pada “kebijakan” dan “potensi”. Perpres 22/2009 lebih berbicara tentang kebijakan dan Sumber Daya Lokal secara keseluruhan. Namun, dalam Perpres 81/2024, sudah lebih menukik ke pelaksanaannya dengan mempertimbangkan potensi daerah masing-masing. Dengan kata lain, Perpres 81/2024 terkesan akan lebih operasional sifatnya.

Pertanyaan kritisnya adalah, apakah Perpres 81/2024 merupakan lanjutan sekaligus penyempurnaan dari Perpres 22/2009? Apakah nasib Perpres 81/2024 tidak akan jauh berbeda dengan Perpres 22/2009? Lebih menarik lagi, apakah Perpres 81/2024 benar-benar akan mendapat dukungan politik anggaran yang layak dari penentu keuangan negara agar dapat berjalan sebagaimana tujuannya?

Hal ini penting disampaikan, mengingat program prioritas Prabowo/Gibran seperti yang disampaikan dalam kampanyenya lebih memprioritaskan pencapaian swasembada pangan ketimbang diversifikasi pangan. Bicara swasembada berarti menggenjot produksi dan produktivitas hasil pertanian. Sedangkan bicara diversifikasi pangan berarti bicara sisi konsumsi. Pengalaman menunjukkan, Pemerintah lebih berpihak ke sisi produksi daripada sisi konsumsi.

Dalam Perpres 81/2024, yang dimaksud dengan penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Dalam BAB II Pasal 3 tentang tujuan dan sasaran Perpres 81/2024 ditegaskan, percepatan penganekaragaman pangan berbasis potensi sumber daya lokal bertujuan untuk:

a. Meningkatkan ketersediaan aneka ragam pangan berbasis potensi sumber daya lokal untuk pemenuhan konsumsi pangan dalam jumlah dan mutu yang cukup, beragam, bergizi seimbang, dan aman, merata, terjangkau, serta sesuai dengan preferensi masyarakat.  
b. Meningkatkan keterjangkauan masyarakat atas aneka pangan berbasis potensi sumber daya lokal yang merata dan terjangkau.  
c. Meningkatkan pemanfaatan pangan untuk memenuhi konsumsi pangan B2SA berbasis potensi sumber daya lokal.  
d. Mempercepat pengembangan usaha pangan berbasis potensi sumber daya lokal, khususnya UMKM dan industri kecil menengah melalui fasilitasi dan peningkatan akses terhadap standar pangan, teknologi, pendanaan, pasar, dan insentif berusaha.

Selanjutnya di BAB III Pasal 5 Perpres 81/2024 disebutkan perlunya segera disusun Strategi Nasional Percepatan Penganekaragaman Pangan berbasis potensi sumber daya lokal yang terdiri atas:  
a. Penguatan dukungan kebijakan/regulasi mendukung pengembangan pangan lokal.  
b. Pengarusutamaan produksi dan konsumsi pangan lokal.  
c. Optimalisasi pemanfaatan lahan, termasuk lahan pekarangan.  
d. Penguatan dan pengembangan industri pangan lokal khususnya UMKM dan/atau industri kecil menengah.  
e. Peningkatan jangkauan distribusi dan pemasaran produk pangan olahan berbasis potensi sumber daya lokal secara efisien.  
f. Peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan sikap masyarakat mengenai perlunya mengonsumsi pangan B2SA.  
g. Pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pangan lokal.  
h. Penguatan kelembagaan ekonomi petani, pembudidaya ikan, dan nelayan.

Strategi semacam ini akan sangat efektif dan efisien serta berkualitas, sekiranya didukung oleh “database” yang akurat. Tanpa data yang berkualitas, jangan harap hasilnya akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Masalahnya, bagaimana dengan kondisi data pangan yang dimiliki sekarang? Ini yang butuh kejujuran untuk menjawabnya.

Jujur harus disampaikan, selama ini banyak pihak meragukan kualitas data pangan yang kita miliki. Malah ada pengusaha yang lebih percaya atas hitungannya sendiri, ketimbang menggunakan data dari Pemerintah. Dalam kaitannya dengan Strategi Nasional Percepatan Penganekaragaman Pangan berbasis potensi sumber daya lokal ini, mau tidak mau, kita mesti memakai data yang betul-betul akurat dan berkualitas.

Tanpa data pangan yang berkualitas, jangan harap kita akan memperoleh laju konsumsi pangan masyarakat sesuai dengan target yang ditetapkan. Itu sebabnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pangan Nasional (BAPANAS), dan Badan Pusat Statistik (BPS) perlu bersinergi dan berkolaborasi untuk mewujudkan data pangan yang berkualitas.

Selain pentingnya disiapkan data pangan yang akurat dan berkualitas, dibutuhkan pula komitmen yang tegas dari Pemerintah terkait dengan keberlanjutan program penganekaragaman pangan. Pemerintah tidak boleh lagi menganaktirikan sisi konsumsi dan menganakemaskan sisi produksi dalam pembangunan pangan. Tapi, kini saat yang tepat untuk memberikan perhatian yang sama pada kedua sisi tersebut.

Hal ini perlu diutarakan, karena jika kita ingin terbebas dari ancaman krisis pangan, maka jurus ampuhnya penting didekati dari sisi produksi dan sisi konsumsi secara bersamaan. Produksi jelas harus digenjot dengan jalan meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian, sedangkan dari sisi konsumsi, kita penting untuk mengerem laju konsumsi pangan masyarakat dengan melaksanakan program penganekaragaman pangan secara berkesinambungan dan lebih berkualitas.

Semoga tulisan ini dapat dijadikan solusi atas kekurangan Pemerintah dalam mempercepat terwujudnya ketahanan pangan bangsa yang berkualitas, menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Mari kita jawab PR ini dengan kerja keras dan kerja cerdas kita bersama.  

Ir. Entang Sastraatmadja